Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Israel Sahkan UU yang Menolak Naturalisasi Warga Palestina Melalui Pernikahan

Parlemen Israel atau Knesset mengesahkan undang-undang yang menolak adanya naturalisasi warga Palestina yang menikah dengan warga Israel, pada Jumat (11/3/2022)
Pengunjuk rasa mengikuti aksi protes mendukung petani Palestina dan menentang permukiman Israel di Beita, wilayah pendudukan Israel, Tepi Barat, Sabtu (10/10/2021)./Antara-Reuters
Pengunjuk rasa mengikuti aksi protes mendukung petani Palestina dan menentang permukiman Israel di Beita, wilayah pendudukan Israel, Tepi Barat, Sabtu (10/10/2021)./Antara-Reuters

Bisnis.com, SOLO - Parlemen Isreal mengesahkan undang-undang yang menolak naturalisasi warga Palestina dari Tepi Barat atau Gaza yang menikah dengan warga Israel.

Aturan ini mengakibatkan ribuan keluarga Palestina hidup terpisah dan bermigrasi.

Undang-undang kewarganegaraan ini disahkan tepat sebelum Parlemen Israel atau Knesset dibubarkan untuk reses liburan dengan suara mayoritas 45-15 yang melintasi garis koalisi-oposisi.

Aturan ini menggantikan perintah sementara serupa yang pertama kali disahkan selama puncak pemberontakan Palestina pada 2003. Aturan itu diperbarui setiap tahun sampai berakhir Juli lalu, ketika Knesset gagal mendapatkan suara mayoritas untuk memperpanjangnya.

Dengan disahkannya UU naturalisasi Palestina, pendukung mengatakan bahwa keamanan Israel terjamin dengan mempertahankan "karakter Yahudi"-nya.

Beberapa anggota Knesset mengatakan aturan itu dimaksudkan untuk mencegah hak pemulangan bertahap bagi pengungsi Palestina yang diusir dari rumah mereka atau melarikan diri selama perang 1948 saat pembentukan Israel.

Sementara di saat bersamaan, Israel bersiap untuk menerima ribuan pengungsi Ukraina keturunan Yahudi.

"Negara Israel adalah Yahudi dan akan tetap ada," kata Simcha Rothman dari partai sayap kanan Zionisme Agama, anggota oposisi yang mengajukan undang-undang tersebut kepada Menteri Dalam Negeri Ayelet Shaked.

"Hari ini, perisai pertahanan Israel akan diperkuat secara signifikan," katanya kepada Knesset beberapa jam sebelum pemungutan suara.

Namun, para kritikus mengatakan undang-undang tersebut mendiskriminasi 21 persen minoritas Arab Israel yang merupakan keturunan Palestina.

Aturan ini melarang mereka memperluas hak kewarganegaraan dan hak tinggal permanen kepada pasangan mereka dari Palestina.

"Aturan ini lebih xenofobia atau rasis (daripada undang-undang lain) karena tidak hanya memberikan hak dan keistimewaan ekstra kepada orang Yahudi, tetapi juga mencegah hak-hak dasar tertentu dari penduduk Arab," kata Reut Shaer, pengacara dari Asosiasi Hak Sipil Israel.

Undang-undang tersebut juga melarang penyatuan warga negara Israel atau penduduk dan pasangannya dari "negara musuh", seperti Lebanon, Suriah, dan Iran. “Tetapi sebagian besar mempengaruhi wanita dan anak-anak Palestina,” kata Shaer.

Hal ini adalah bentuk hukuman kolektif karena melanggar hak-hak seluruh penduduk berdasarkan asumsi rasis bahwa mereka semua rentan terhadap terorisme.

Diketahui, Israel merebut Yerusalem Timur, Tepi Barat dan Gaza dalam perang Timur Tengah 1967.

Mereka menerapkan seperangkat aturan yang berbeda untuk orang Yahudi dan Palestina di bawah kendalinya, apa yang disebut apartheid oleh berbagai kelompok hak asasi internasional, termasuk Amnesty International.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Tempo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper