Di mana no-fly zone diterapkan di masa lalu?
AS dan NATO telah memimpin upaya untuk menetapkan no-fly zone dalam tiga konflik berbeda selama 30 tahun terakhir.
Irak (1992)
Mulai 1992, setelah Perang Teluk pertama, koalisi pimpinan AS memberlakukan zona larangan terbang di atas Irak selatan dan utara.
No-fly zone diterapkan dalam upaya untuk melindungi wilayah pemberontak di negara itu dari serangan udara oleh pemerintah Presiden saat itu, Saddam Husein. Mekanisme itu tetap berlaku sampai invasi AS ke Irak pada 2003.
Bosnia (1993)
Angkatan udara NATO secara kolaboratif memberlakukan no-fly zone di atas Republik Bosnia dan Herzegovina yang baru dibentuk antara 1993 dan 1995 untuk melindungi negara itu dari serangan udara, terutama oleh pasukan Bosnia-Serbia.
Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan resolusi pada 1993 yang memberi wewenang kepada negara-negara anggota untuk mengambil “semua tindakan yang diperlukan” untuk melindungi wilayah udara Bosnia.
Libya (2011)
Setelah pemberontakan rakyat terhadap pemimpin lama Muammar Gaddafi pecah di Libya, dan Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menyerukan larangan penerbangan di negara itu, NATO memasang zona larangan terbang di tengah kekhawatiran akan kekejaman massal oleh pemerintah.
Intervensi NATO segera berubah menjadi upaya aktif untuk membantu pemberontak Libya menggulingkan Gaddafi, yang ditangkap dan dibunuh oleh pejuang oposisi bersenjata beberapa bulan kemudian.
Namun Harris menekankan bahwa Ukraina adalah kasus yang berbeda dari tiga kasus sebelumnya. Pasalnya, Rusia merupakan negara bersenjata nuklir dengan kekuatan dan pertahanan udara yang kuat.
"Ini seperti permainan bola yang berbeda," katanya.
Apakah ada jenis no-fly zone lainnya?
Beberapa pejabat telah meminta AS untuk menerapkan zona larangan terbang "terbatas" untuk melindungi warga sipil di wilayah tertentu di Ukraina.
Aturan tersebut diberi nama "zona larangan terbang kemanusiaan", para pendukung tindakan ini mengatakan akan menciptakan tempat yang aman bagi warga Ukraina yang melarikan diri dari perang.
Landasan peluncuran untuk upaya bantuan kemanusiaan di seluruh negeri tanpa memiringkan keseimbangan militer dalam konflik.
Namun, hal itu masih perlu ditegakkan secara militer dan membawa risiko salah perhitungan dan eskalasi yang sama.
“Saya tidak berpikir ada perbedaan nyata,” kata Harris.
Dia menambahkan bahwa koridor kemanusiaan yang dinegosiasikan antara Ukraina dan Rusia untuk memungkinkan warga sipil melarikan diri dari pertempuran adalah masalah berbeda yang tidak memerlukan intervensi NATO.
