Bisnis.com, JAKARTA - Upaya perampasan aset koruptor di Indonesia kerap menemui jalan buntu karena terkendala banyak hal seperti regulasi yang belum cukup hingga keberadaan aset di luar negeri.
Terkait perampasan aset koruptor yang ditanam di luar negeri, Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M. Syarif menyampaikan, hanya terhadap tiga koruptor tindakan itu berhasil dilakukan.
"Selama di KPK, yang berhasil di-recover uangnya dikirim ke Indonesia [dari luar negeri], hanya tiga, kasus korupsi e-KTP Johannes Marlien US$5,9 juta, korupsi Garuda Agus Wahjudo US$1,4 juta, dan kasus SKK Migas dsri Deviadri hanya US$200.000," katanya dalam webinar side event C20, dikutip dari YouTube Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, Selasa (8/3/2022).
Upaya tersebut sering menemui jalan buntu lantaran koruptor banyak menanam asetnya di luar negeri dimana antara Indonesia dan negara terkait tidak memiliki kerja sama dalam upaya investigasi tindak pidana korupsi termasuk kerja sama ekstradisi.
Untuk meningkatkan upaya perampasan aset koruptor di tingkat nasional, Laode menyarankan Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk segera menyelesaikan RUU Perampasan Aset Terkait Dengan Tindak Pidana.
Selain itu, sambungnya, seluruh aparat penegak hukum dan kementerian/lembaga lainnya harus bekerja sama dalam upaya recovery asset.
Baca Juga
Laode menilai, upaya pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas setiap negara karena dampak korupsi mencakup banyak sektor.
Laode menyebut, korupsi akan menurunkan nilai-nilai kemampuan institusi demokrasi, merusak supresmasi hukum, serta mengurangi kualitas hidup dan berkelanjutan
Selain itu, korupsi juga memperlambat pengembangan ekonomi dan memberikan kontribusi pada instabilitas pemerintah, serta melanggar hak asasi manusia hingga berpotensi menciptakan kejahatan lainnya.