Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Siber Rusia Ukraina: Serangan Hacker dan Misinformasi

Perang antara Rusia dan Ukraina tak hanya terjadi di dunia nyata, tapi juga dunia maya. Kedua negara saling melancarkan serangan siber.
Anggota Pasukan Pertahanan Teritorial Ukraina berpartisipasi dalam latihan di bekas pabrik aspal di pinggiran Kyiv, Ukraina, Sabtu (19/2/2022)./Bloomberg-Ethan Swope
Anggota Pasukan Pertahanan Teritorial Ukraina berpartisipasi dalam latihan di bekas pabrik aspal di pinggiran Kyiv, Ukraina, Sabtu (19/2/2022)./Bloomberg-Ethan Swope

Bisnis.com, JAKARTA - Saat tentara dan sipil di Ukraina terus melawan invasi pasukan Rusia, jenis perang yang sangat berbeda sedang terjadi di front yang terpisah, yakni internet.

Kepala Penulis Digital Columbia Journalism Review (CJR) Mathew Ingram dikutip dari situs cjr.org mengatakan bahwa beberapa jam setelah pasukan Rusia menyerang kota-kota dan fasilitas pemerintah di Ukraina, para hacker, termasuk beberapa yang mengaku berafiliasi dengan kelompok bawah tanah dan dikenal sebagai Anonymous mengejar sejumlah situs dan sistem pemerintah Rusia.

Beberapa dari serangan siber tersebut menurutnya dirancang hanya untuk menimbulkan gangguan, yang lain ditujukan untuk mematikan kemampuan operasional pemerintah Rusia, atau mengungkapkan apa yang mungkin diketahui oleh pejabat intelijen militer di Rusia.

“Pertempuran juga telah melihat upaya Rusia untuk meretas jaringan informasi dengan menggunakan propaganda dan informasi yang salah di media sosial dan tradisional,” katanya dikutip Selasa (1/3/2022).

Ingram menjelaskan bahwa beberapa upaya peretasan dunia maya diundang oleh Pemerintah Ukraina sendiri. Mulai Kamis pagi pekan lalu, postingan mulai muncul di berbagai forum peretas.

Mengutip dari laporan Reuters, isinya meminta sukarelawan untuk melindungi infrastruktur penting dan melakukan misi siber melawan Rusia.

Ukraina Rekrut Tentara Siber

Postingan tersebut menyerukan komunitas siber Ukraina untuk terlibat dalam pertahanan dunia maya negaranya. Mereka mengundang peretas untuk mendaftar melalui Google docs.

“Yegor Aushev, salah satu pendiri perusahaan keamanan siber di Kiev, mengatakan kepada Reuters bahwa dia diminta oleh pejabat senior Kementerian Pertahanan untuk menulis postingan tersebut,” jelasnya.

Kelompok peretas pro-Ukraina, tambah Ingram, juga berkumpul untuk meluncurkan berbagai serangan terhadap infrastruktur dan sistem komando Rusia.

Dikutip dari Politico, sebuah kelompok yang dikenal sebagai Belarusia Cyber Partisans, hacktivists yang berbasis di Belarusia yang menentang invasi Rusia mengatakan mereka telah menciptakan sebuah organisasi taktis untuk membantu perang militer Ukraina melawan Rusia.

“Kelompok tersebut mengklaim pada bulan Januari menjelang invasi Rusia baru-baru ini bahwa mereka telah mengenkripsi bagian dari sistem komputer yang digunakan oleh kereta api negara di Belarus dalam upaya untuk memperlambat pergerakan pasukan Rusia dengan kereta api,” ujarnya.

Sementara itu, ingram menuturkan bahwa pejabat Ukraina berharap para peretas dan pakar keamanan siber dapat melindungi infrastruktur penting negara itu dari peretas Rusia. Ini dianggapnya kekhawatiran yang lebih dari sekadar teori.

Pada 2015, sebuah serangan siber melumpuhkan pembangkit listrik Ukraina dan menyebabkan 225.000 warga Ukraina tanpa listrik. Banyak orang percaya peretas yang berafiliasi dengan pemerintah Rusia menyebabkan pemadaman.

Lalu tahun 2017, malam sebelum Hari Konstitusi Ukraina, serangan ransomware yang kemudian dikenal sebagai NotPetya menyebabkan kerugian sekitar US$10 miliar secara global. Menurut analis, itu terkonsentrasi di Ukraina.

Berdasarkan catatan Ingram, konsensus di antara sejumlah negara, termasuk AS dan Inggris Rusia berada di belakang NotPetya yang memanfaatkan semacam serangan dan pernah digunakan Badan Keamanan Nasional AS di AS di masa lalu. Metode serangannya bocor pada 2017.

Pekan lalu, sebuah perangkat lunak berbahaya yang menginfeksi komputer dan kemudian menghapus datanya ditemukan di sejumlah sistem penting di Ukraina, termasuk beberapa lembaga pemerintah dan lembaga keuangan. Kecurigaan telah jatuh pada Rusia sebagai sumber serangan cyber.

Rusia Tak Tinggal Diam

Dalam hal serangan dan langkah-langkah defensif di media sosial, sensor Rusia mengumumkan akhir pekan lalu bahwa mereka akan mulai membatasi akses ke Facebook karena jaringan sosial membatasi jangkauan outlet media Rusia, menurut Kevin Rothrock, editor media independen Rusia.

Selama akhir pekan, YouTube mengumumkan bahwa Russia Today, outlet media pemerintah tidak akan lagi diizinkan untuk memonetisasi kontennya di jaringan berbagi video. Outlet media Rusia tidak akan diizinkan untuk beriklan di layanan Google, salah satunya Gmail .

Ada juga akun media sosial yang mengisi peran berbeda yang biasa terjadi selama masa perang. Taylor Lorenz menulis untuk majalah Input tentang gelombang akun Instagram yang telah memposting informasi yang salah tentang konflik di Ukraina.

Mereka melakukan itu bukan karena bekerja untuk Rusia, Ukraina, atau bahkan peduli dengan detail konflik, tetapi karena mereka ingin menjadi viral. Untuk menghasilkan pendapatan iklan sebanyak mungkin.

“Apa yang saya coba lakukan adalah mendapatkan pengikut sebanyak mungkin dengan menggunakan platform dan keterampilan saya,” terang Ingram mengutip administrator untuk @livefromukraine dan @POVwarfare kepada Lorenz.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper