Bisnis.com, JAKARTA - Epidemiolog dan peneliti dari Griffith University Dicky Budiman merespons klaim pemerintah yang menyebut tren kasus Covid-19 varian Omicron di DKI Jakarta sudah mulai melewati puncaknya.
Dicky berpendapat bahwa terlalu dini menyimpulkan kasus Omicron sudah melewati puncaknya. Ada beberapa alasan, kata Dicky, gelombang Omicron belum lewati puncak.
“Menurut saya masih terlalu dini untuk menyimpulkan DKI sudah sampai puncak, mengingat cakupan testing dan tracing saat ini jauh lebih menantang sulitnya dari gelombang Delta,” ujarnya lewat pesan suara kepada Bisnis, Selasa (15/2/2022).
Dikatakan, kasus Covid-19 gelombang Omicron kali ini lebih sulit dalam 3T (tracing, testing, treatment) dibanding varian Delta. Pasalnya, mayoritas yang terinfeksi tidak merasakan gejala dan tren kasus kelompok berisiko/komorbid masih cenderung mengalami peningkatan.
“Bicara kasus menurun juga karena testing kita belum adekuat, minimal itu dites empat orang per 1.000 penduduk per minggu. Dan kita belum pada tahap itu," kata Dicky.
Dia menuturkan, memang ada kecenderungan gelombang Omicron ini membuat perbedaan puncak kasus di antara berbagai daerah meski satu pulau.
Baca Juga
“Fenomena ini terjadi juga di berbagai negara,” imbuhnya.
“Terkait angka kematian sebagai indikator telat (lagging indicator) memang akan timbul terlambat dan cenderung baru mulai terlihat 4 minggu paska kasus pertama terdeteksi. Dan ini bisa bertahan 2 atau 3 minggu paska puncak terlewati,” lanjutnya.
Vaksinasi Tidak Cukup
Menurut Dicky, dalam menghadapi Omicron vaksinasi saja tidak cukup. Apalagi, vaksin booster masih baru dimulai dan di bawah 5 persen.
“Dalam konteks Indonesia vaksinasi dosis dua sudah 65 persen, booster sudah mulai, namun masih di bawah 5 persen. Kemudian, di usia 6-11 tahun masih di bawah 50 persen. Masih rawan, tapi punya modal ketimbang pas Delta. Kondisi yang rawannya ini harus jadi perhatian oleh pemerintah.”
“Bicara ideal ini 90 persen booster itu dari total populasi menghadapi Omicron. Itu ideal banget. Itu gak membeda-bedakan itu komorbid atau bukan,” lanjutnya.
Namun, faktanya status vaksinasi saja tidak cukup dalam menghadap Covid-19. Kata dia, riset menunjukkan, bahwa imunitas dari vaksinasi, terinfeksi kemudian vaksinasi, lalu dari vaksinasi ke infeksi, semuanya menurun.
“Pesan pentingnya tidak suistan terhadap Sars Cov-2. Berbeda dengan imugenisiti, itu seumur hidup. Kita perlu menjaga, memperkuat public healt-nya, 3T, 5M. kombinasi inilah yang bisa menghadang varian Omicron,” pungkasnya.