Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memanggil beberapa saksi terkait dugaan suap pengurusan perkara di PN Surabaya, Jawa Timur dengan tersangka Hakim Itong Isnaini Hidayat (IIH) pekan lalu. Salah satu saksi adalah Wakil Ketua PN Surabaya Dju Johnson Mira Mangngi.
“Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan terbitnya penetapan penunjukkan tersangka IIH sebagai Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara gugatan PT SGP [Soyu Giri Primedika],” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (14/2/2022).
Ali menjelaskan bahwa KPK juga memanggil tiga advokat, yaitu Michael Christ Harianto, Yeremias Jeri Susilo, dan Lilia Mustika Dewi. Kemudian, Staf Accounting PT Teduh Karya Utama Hervien Dyah Oktiyana.
“Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan proses persidangan gugatan PT SGP di PN Surabaya,” ujarnya.
Panitera Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus Joko Purnomo juga telah dipanggil penyidik. Dia didalami terkait dengan tugasnya sebagai panitera dan komunikasi dengan Hamdan selaku Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Surabaya selama proses persidangan perkara PT SGP.
Lalu, KPK telah memanggil Mahmud Ali Zain dan Abdul Majid sebagai wiraswasta. Keduanya hadir dan dikonfirmasi terkait alasan diajukannya permohonan pembubaran PT SGP ke PN Surabaya.
“Juga mengenai adanya dugaan pemberian sejumlah uang untuk tersangka IIH agar permohonan dimaksud dikabulkan,” ucap Ali.
Atas kasus ini, suap diduga terjadi saat tersangka Itong Isnaini Hidayat selaku Hakim tunggal Pengadilan Negeri Surabaya menyidangkan salah satu perkara permohonan terkait pembubaran PT Soyu Giri Primedika.
Yang menjadi pengacara dan mewakili PT SGP adalah Hendro Kasiono (HK). Diduga ada kesepakatan antara HK dengan pihak perwakilan PT SGP untuk menyiapkan sejumlah uang untuk diberikan kepada hakim yang menangani perkara tersebut.
“Diduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara ini sejumlah sekitar Rp1,3 miliar dimulai dari tingkat putusan pengadilan negeri sampai tingkat putusan Mahkamah Agung,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango pada konferensi pers, Kamis (20/1/2022) malam.
Nawawi menjelaskan bahwa sebagai langkah awal realisasi dari uang Rp1,3 miliar, HK menemui tersangka Hamdan (HD) selaku Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Surabaya.
HK meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginannya.
“Untuk memastikan bahwa proses persidangan perkaranya berjalan sesuai harapan, tersangka HK diduga berulang kali menjalin komunikasi. Di antaranya melalui sambungan telepon dengan tersangka HD dengan mengunakan istilah upeti untuk menyamarkan maksud dari pemberian uang,” jelasnya.
Setiap hasil komunikasi antara HK dan HD, terang Nawawi, diduga selalu dilaporkan oleh HD kepada IIH, sedangkan putusan yang diinginkan oleh HK agar PT SGP dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.
HD lalu menyampaikan keinginan HK kepada IIH yang kemudian menyatakan bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang.
Sekitar bulan Januari 2022, IIH menginformasikan dan memastikan bahwa permohonan dapat dikabulkan. Dia meminta HD untuk menyampaikan kepada HK supaya merealisasikan sejumlah uang yang sudah dijanjikan sebelumnya.
HD segera menyampaikan permintaan IIH kepada HK. Pada 19 Januari, uang lalu diserahkan oleh HK kepada HD sejumlah Rp140 juta.
“KPK menduga tersangka IIH juga menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan Negeri Surabaya dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik,” jelasnya.
HK sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai Penerima, HD dan IIH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.