Bisnis.com, JAKARTA – Medan Prijaji yang terbit di Bandung pada 1907 menjadi surat kabar yang mempelopori hadirnya pers nasional. Tak langsung lahir begitu saja, sejarah panjang pers di Indonesia dimulai pada 1774, ketika Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Van Imhoff menerbitkan surat kabar Bataviasche Nouvelles.
Dilansir dari laman indonesiabaik, keinginan menerbitkan surat kabar di Hindia Belanda saat itu sebenarnya sudah sangat lama, tetapi terhambat oleh pemerintah VOC.
Setelah Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff menjabat, terbitlah surat kabar "Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen" yang artinya "Berita dan Penalaran Politik Batavia" pada 7 Agustus 1744.
Tak hanya Belanda, 67 tahun kemudian tepatnya pada 1811 ketika Inggris menguasai wilayah Hindia Timur lahir surat kabar berbahasa Inggris "Java Government Gazzete".
Dalam rangka bertujuan memberikan pengumuman resmi, peraturan, dan keputusan pemerintah, terbitlah surat kabar bernama "Bataviasche Courant" pada 1821. Nama tersebut kemudian berganti menjadi "Javasche Courant" yang terbit tiga kali seminggu pada 1829.
Berlanjut ke masa pers yang semakin berkembang, di Semarang pada 1851 terbit "De Locomotief". Surat kabar ini memiliki semangat kritis terhadap pemerintahan kolonial dan pengaruh yang cukup besar.
Mulai abad ke-19, untuk menandingi surat kabar-surat kabar berbahasa Belanda, muncul surat kabar berbahasa Melayu dan Jawa meskipun para redakturnya masih orang-orang Belanda, seperti "Bintang Timoer" (Surabaya, 1850), "Bromartani" (Surakarta, 1855), "Bianglala" (Batavia, 1867), dan "Berita Betawie" (Batavia, 1874).
Pada 1907, terbit "Medan Prijaji" di Bandung yang dianggap sebagai pelopor pers nasional karena diterbitkan oleh pengusaha pribumi untuk pertama kali, yaitu Tirto Adhi Soerjo.
Ketika Jepang berhasil menaklukkan Belanda dan akhirnya menduduki Indonesia pada 1942, kebijakan pers turut berubah. Semua penerbit yang berasal dari Belanda dan Tiongkok dilarang beroperasi. Sebagai gantinya penguasa militer Jepang lalu menerbitkan sejumlah surat kabar sendiri.
Pada masa itu terdapat lima surat kabar yaitu
1. Jawa Shinbun yang terbit di Jawa
2. Boernoe Shinbun di Kalimantan
3. Celebes Shinbun di Sulawesi
4. Sumatra Shinbun di Sumatra
5. Ceram Shinbun di Seram
Kehidupan pada 1950-1960-an ditandai oleh munculnya kekuatan-kekuatan politik dari golongan nasionalis, agama, komunis dan tentara.
Pada masa ini sejumlah tonggak sejarah pers Indonesia juga lahir, seperti LKBN Antara pada 13 Desember 1937 yang didirkan empat serangkai. Kantor Berita Antara menjadi media yang memberitakan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Setelah itu, lahirlah RRI pada 11 september 1945, dan organisasi PWI pada 1946. Lahir pula TVRI, stasiun televisi pemerintah pada 1962.
September hingga akhir 1945, pers nasional semakin kuat ditandai dengan penerbitan "Soeara Merdeka" di Bandung dan "Berita Indonesia" di Jakarta, serta beberapa surat kabar lain, seperti "Merdeka", "Independent", "Indonesian News Bulletin", "Warta Indonesia", dan "The Voice of Free Indonesia".
Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Presiden RI menetapkan Hari Pers Nasional tanggal 9 Februari, mengacu pada lahirnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 1946. Penetapan ini mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 tentang Hari Pers Nasional.