Bisnis.com, JAKARTA - Ditandatanganinya perjanjian penyesuaian pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR) Realignment Jakarta - Singapura antara Indonesia (RI) dan Singapura (SIN), mengembalikan 249.575 kilometer persegi ruang udara yang selama ini masuk dalam pengelolaan Negeri Singa.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Abdul Kadir Jaelani pada Chief Editor Briefing “Penataan Flight Information Region (FIR)” yang diselenggarakan secara daring oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jumat (4/2).
“Ini sebuah kemajuan bagi Indonesia,” kata Abdul Kadir, Jumat (4/2/2022).
Namun, dia menegaskan perjanjian kedua negara terkait FIR itu tidak hanya dilihat sebagai persoalan kedaulatan, tapi lebih pada aspek keselamatan penerbangan.
“Pendelegasian memang terjadi namun hal itu dilakukan secara terbatas. Hal ini dilakukan semata-mata atas pertimbangan teknis operasional terutama aspek keselamatan,” ujarnya.
Konvensi Chicago 1944 tentang daulat atas ruang udara, Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982, katanya, secara tegas menyatakan negara-negara diharapkan dalam menetapkan FIR lebih menekankan aspek teknis dan operasional penerbangan dari pada mengikuti batas wilayah suatu negara.
“Disini jelas bahwa standar yang diterapkan adalah aspek keselamatan. Ini satu hal yang objektif,” jelasnya.
Pengelolaan dan pendelegasian FIR bukan hanya terjadi pada Indonesia dan Singapura. Ada 55 negara dikatakan Abdul Kadir yang mendelegasikan pengelolaan FIR di wilayahnya kepada negara lain.
Sebelumnya, pada Selasa (25/1/2022) di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, terjadi kesepakatan Flight information region (FIR) Realignment yang ditandatangani masing-masing Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi dan Menteri Transportasi Singapura S Iswaran.
Penandatanganan itu disaksikan oleh kepala kedua negara, Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.
FIR Realignment itu membahas pengelolaan ruang udara yang mencakup Kepulauan Riau, Tanjung Pinang, Serawak, dan Semenanjung Malaya. Kesepakatan itu pun kemudian disampaikan kepada organisasi penerbangan sipil internasional (ICAO) untuk disahkan.
Dalam kesepakatan tersebut, Singapura juga mengakui penerapan prinsip negara kepulauan dalam penentuan batas wilayah negara dan yurisdiksi Indonesia di perairan serta ruang udara di kepulauan Riau dan Bintan.
Setidaknya ada beberapa poin kesepakatan. Pertama, FIR melingkupi seluruh wilayah teritorial Indonesia, termasuk Kepulauan Riau dan Natuna. Kedua, Indonesia bertanggung jawab pada penyediaan penerbangan di wilayah informasi FIR Indonesia sesuai dengan batas-batas laut teritorial. Indonesia akan bekerja sama dengan Singapura dalam pemberian penyediaan jasa penerbangan (PJP) sebagian FIR Indonesia yang berbatasan dengan Singapura.
Ketiga, pemerintah Singapura menyepakati pembentukan kerangka kerja sama sipil dan militer untuk manajemen lalu lintas penerbangan (Civil Military in ATC-CMAC). Kondisi itu tentu memastikan terbukanya jalur komunikasi aktif yang menjamin tidak ada pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat.
Keempat, Singapura wajib menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan jasa penerbangan yang diberikan pesawat yang terbang, dari dan menuju Singapura kepada Indonesia. Pendelegasian PJP dievaluasi ketat oleh Kementerian Perhubungan.
Kelima, Indonesia berhak mengevaluasi operasional pelayanan navigasi penerbangan yang dilakukan Singapura demi memastikan kepatuhan pelaksanaan ketentuan ICAO