Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan tujuh keganjilan dalam kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin.
Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution memaparkan adanya tujuh temuan itu semakin memperkuat dugaan ketidakberesan di kasus kerangkeng manusia tersebut.
Pertama, Maneger mengatakan penghuni kerangkeng manusia itu diharuskan membuat surat pernyataan bahwa pihak keluarga tidak boleh meminta agar penghuni dipulangkan selain izin dari pembina kerangkeng. Kedua, dia juga menyebut keluarga dilarang melihat penghuni di dalam kerangkeng dalam batas waktu yang ditentukan.
Ketiga, keluarga tidak akan menggugat jika terjadi sesuatu pada penghuni selama dalam kerangkeng.
Temuan keempat, papar Manager, penghuni serupa sel bukan hanya pecandu narkoba. Kerangkeng manusia tersebut juga berlaku untuk tindak pidana lain, misalnya, perjudian. LPSK juga menemukan adanya dugaan pembayaran penghuni kerangkeng.
Kelima,dia mengatakan penghuni tidak diizinkan ibadah di kuar kerangkeng. Keenam penghuni kerangkeng dipekerjakan tanpa dibayar.
"Ketujuh, adanya penghuni meninggal dunia yang di tubuhnya diduga terdapat tanda-tanda luka [sekitar tahun 2019]," kata Manager.
Lebih lanjutz LPSK setuju Terbit Rencana dituntut dengan pasal pemberatan dan berlapis. Meski pemberitaan polemik kerangkeng sangat massif, dia meminta agar publik tidak terlena harus fokus, dan jangan melupakan perkara pokok yang menjerat Terbit Rencana, yakni korupsi.
"Publik harus tetap mendorong keras agar KPK mengembangkan dan menuntut kasus korupsinya dengan tuntutan maksimal," katanya
Terakhir, Manager mengatakan, LPSK mendorong siapa pun korban atau saksi dalam kasus tersebut untuk berani melapor ke LPSK. Hal ini, kata dia, agar LPSK bisa memberikan perlindungan. Pasalnya, LPSK hanya dapat memberikan perlindungan, jika ada permohonan dari masyarakat.