Bisnis.com, JAKARTA --Pengadilan Niaga Semarang mengabulkan rencana proposal perdamaian antara PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dengan para krediturnya.
Dengan demikian emiten tekstil beserta tiga anak usahanya yakni PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya lolos dari status Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
"Rencana perdamaian yang perseroan dengan anak perusahaan telah dihomologasi, dengan demikian perseroan dengan tiga anak usahanya lolos dari PKPU," demikian bunyi keterbukaan informasi, Selasa (25/1/2022).
Homologasi dalam bahasa hukum adalah pengesahan oleh hakim atas persetujuan antara debitur dan kreditur untuk mengakhiri kepailitan atau PKPU.
Adapun putusan itu merupakan kelanjutan dari kesepakatan dalam rapat kreditur di Pengadilan Niaga Semarang, Jumat (21/1/2022). Saat itu, semua kreditur separatis kompak menyetujui rencana damai yang diajukan perusahaan tekstil tersebut.
Mayoritas kreditur konkuren yang hadir menyatakan setuju dengan proposal Sritex. Alhasil, voting mencapai kuorum sehingga perusahaan tekstil ini dan tiga anak usahanya sukses mendapatkan restrukturisasi.
Baca Juga
Ketiga anak perusahaan tersebut mencakup PT Sinar Pantja Djaja (SPD), PT Bitratex Industries (BI), PT Primayudha Mandirijaya (PM).
Implikasi Proposal Perdamaian
Sebelumnya, Anggota Tim Pengurus PKPU Sritex Alfin Sulaiman mengatakan bahwa hasil ini berdampak bagus secara teknis.
"Secara teknis, Sritex dan kreditur berhasil mencapai perdamaian," katanya melalui keterangan pers, Senin (24/1/2022).
Berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU, rencana perdamaian dapat diterima berdasar persetujuan lebih dari setengah jumlah kreditur, baik konkuren maupun separatis. Di sini, Sritex mendapatkan kuorum hingga terbebas dari ancaman pailit.
Menanggapi hasil itu, Penasihat Hukum Sritex Aji Wijaya menjelaskan bahwa ini jadi cerminan ada kepercayaan dari kreditur.
"Keberhasilan Sritex kemarin dalam mencapai perdamaian dengan para krediturnya merupakan cerminan kepercayaan para kreditor kepada Sritex, baik kepada pemegang sahamnya, manajemen, dan keyakinan akan kelangsungan usaha maupun masa depan Sritex," kata pemilik firma Wijaya & Co tersebut.
Aji tak menampik bahwa rapat kreditur di hari Jumat itu berlangsung sangat dinamis. Namun hal itu tak menghalangi niat baik semua pihak.
"Banyak terjadi adu argumentasi, baik antara tim penasihat hukum debitur dengan para kreditur, maupun tim pengurus dengan para kreditur dan tim debitur." jelasnya.
Menurut Aji, dinamika itu lumrah. Semua itu dilakukan demi menjaga profesionalisme dengan tetap menjaga semangat untuk mencapai perdamaian.
Pada rapat tersebut, tambah Aji, adalah bagian proses yang berlangsung sejak majelis hakim Pengadilan Niaga PN Semarang mengabulkan permohonan PKPU yang diajukan CV Prima Karya terhadap Sritex dan ketiga anak usahanya, pada 6 Mei 2021.
Kronologi Penyelesaian PKPU
Sritex sendiri telah memperjuangkan langkah ini sejak 19 April 2021 saat pertama kali PKPU diajukan. Permohonan itu dikabulkan pada 12 Mei 2021 ber dasarkan Putusan 12/Pdt.SusPKPU/2021/PN.Niaga.Smg.
Maka dari itu, Presiden Direktur Sritex Iwan Setiawan Lukminto memberikan apresiasi khusus atas tercapainya hasil tersebut. Terutama kepada para kreditur yang bersedia bekerja sama untuk tercapainya kesepakatan damai tersebut.
"Ucapan terimakasih kepada seluruh kreditur atas dukungan dan kerjasamanya dalam mensukseskan restrukturisasi ini," terangnya.
Iwan mengatakan bahwa dukungan dari kreditur tersebut sangat penting bagi semua proses damai ini. Dampaknya, akan sangat baik untuk semua pihak.
"Kami yakin hubungan baik dan dukungan penuh dari kreditur bisa menjadi landasan untuk Perusahaan agar menjadi lebih baik lagi," katanya.
Dengan hasil ini, Sritex akan merestrukturisasi pokok terutang dari utang bilateral dan utang sindikasi senilai US$ 267,2 juta menjadi Secured Working Capital Revolver.
Fasilitas ini memiliki jangka waktu lima tahun dari tanggal efektif. Sementara pokok utang bilateral dan utang sindikasi akan direstrukturisasi menjadi fasilitas Secured Term Loan dengan jangka waktu sembilan tahun.
Berdasarkan data Tim Pengurus PKPU Sritex, total tagihan Sritex mencapai Rp26 triliun.
Secara rinci, semua tagihan ini berasal dari kreditur separatis senilai Rp716,7 miliar dan tagihan kreditur konkuren Rp25,3 triliun.
Setelah kesepakatan ini tercapai, Sritex akan merestrukturisasi pokok utang bilateral dan utang sindikasi senilai US$344 juta menjadi fasilitas Unsecured Term Loan. Terkait jangka waktu, fasilitas ini berlaku selama 12 tahun setelah tanggal efektif.