Bisnis.com, JAKARTA - Sikap keras kepala Presiden Rusia Vladimir Putin mempertahankan sekitar seratus ribu pasukannya di perbatasan Ukraina mematik api panas. Tidak sekedar panas, langkah itu bahkan dapat memicu perang terbuka di kawasan tersebut.
Apalagi, sikap Putin ditanggapi langkah yang lebih agresif oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dengan ancaman sanksi ekonomi berat kalau pengumpulan pasukan itu berakhir dengan invasi ke negara tetangga bekas Uni Soviet tersebut. Akan tetapi, langkah Washington dapat menjadi bumerang bagi sekutu AS di Eropa yang sangat bergantung pada energi yang dialirkan dari Rusia.
Fakta menunjukkan sejak 2014, AS telah memberlakukan beberapa sanksi terhadap Rusia, tetapi tetap gagal mencegah Presiden Putin mengumpulkan pasukan di perbatasan Ukraina. Langkah yang sama pernah dilakukan Putin ketika mencaplok Semenanjung Krimea delapan tahun lalu setelah sebelumnya meningkatkan konsentrasi pasukannya di dekat perbatasan kedua negara.
Karena pekembangan itulah, Presiden Biden memperingatkan kemungkinan besar Rusia akan memasuki Ukraina.
Beberapa jam sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada Kyiv untuk bersiap menghadapi invasi dan juga bersiap untuk menghadapi hari-hari yang sulit pada masa depan.
Sementara itu, negosiasi intensif selama berminggu-minggu dengan Moskow belum menghasilkan terobosan bagi Washington maupun negara-negara Eropa.
Kegagalan Sanksi AS
Dalam kondisi demikian, sekitar 100.000 tentara Rusia yang dikumpulkan di perbatasan Ukraina tidak bisa dianggap remeh. Artinya, Eropa berada di posisi ambang batas konflik militer dalam skala besar mengingat kekuatan milter Rusia yang besar dan belum terpengaruh dengan sanksi dari AS.
Bahkan, ketika AS mengancam sanksi ekonomi lebih keras terhadap Rusia jika melakukan agresi atas Ukraina yang tidak digubris oeh Putin, para ahli berpikir lain. Ada pengakuan yang berkembang bahwa kemampuan Washington untuk memengaruhi keputusan Moskow dengan menggunakan ancaman sanksi tidak mempan.
Sejak 2014, AS telah memberlakukan berbagai sanksi terhadap Rusia untuk menghukum negara itu karena mencaplok Krimea dan mendukung kelompok pemberontak yang mengobarkan perang di Ukraina Timur. Langkah-langkah ini telah menguras ekonomi Rusia sekitar US$50 miliar per tahun menurut penelitian oleh Dewan Atlantik.
Akan tetapi, Putin tetap bergeming. Karena itu AS menargetkan oligarki dan organisasi yang dekat dengan Putin.
“Tetapi sejauh ini mereka gagal mencegah Putin dari terus menimbulkan masalah di Ukraina,” kata David Cortright, direktur Inisiatif Kebijakan Global pada Institut Kroc Universitas Notre Dame seperti dikutip Aljazeera.com, Kamis (20/1/2022).