Bisnis.com, JAKARTA - Tim Advokasi Bersihkan Indonesia menilai proses pemanggilan paksa kepada Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar adalah bentuk kesewenangan kepolisian atas laporan dari pejabat publik.
Perwakilan Tim Advokasi Bersihkan Indonesia dari YLBHI Muhammad Isnur mengatakan, Fatia dan Haris sebelumnya sudah berniat untuk melaksanakan pemeriksaan dan menunaikan panggilan dari pihak kepolisian.
“Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kali Fatia dan Haris melalui kuasa hukumnya mengirim surat permohonan penundaan pemeriksaan dikarenakan pihaknya berhalangan hadir pada waktu yang telah ditentukan oleh pihak kepolisian. Akan tetapi, pihak kepolisian tidak pernah memberi respons yang serius atas permohonan penundaan waktu pemeriksaan yang dimintakan,” ujar Isnur dalam keterangan tertulisnya kepada awak media, Selasa (18/1/2022).
Menurut dia, sekitar pukul 07.45 WIB, Fatia disambangi di tempat kediamannya dan mengalami pemanggilan paksa oleh 5 (lima) polisi dari pihak Polda Metro Jaya. Sementara itu, Haris Azhar didatangi empat polisi di tempat tinggalnya.
Kedatangan pihak kepolisian ini dilakukan guna meminta keterangan Fatia dan Haris dalam hal laporan yang dibuat oleh Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.
Atas kedatangan pihak kepolisian tersebut, Fatia dan Haris menolak untuk dibawa tanpa didampingi oleh pihak kuasa hukum dan mereka memilih untuk datang sendiri ke Polda Metro Jaya siang ini, pukul 11.00 WIB.
Baca Juga
“Proses hukum yang dijalankan oleh Kepolisian tentu saja harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan prinsip hak asasi manusia yang berlaku secara universal. Pemanggilan dan proses hukum terhadap Fatia dan Haris terkesan dipaksakan dan terburu-buru,” jelasnya.
Pasalnya, kata Isnur, jika dibandingkan dengan banyak kasus lainnya, kepolisian kerap menunda laporan masyarakat sehingga membuat kasus tersebut mangkrak.
“Bahkan tak jarang Kepolisian menolak laporan masyarakat sehingga memicu tagar #PercumaLaporPolisi. Sementara itu, dalam kasus Fatia dan Haris, Kepolisian begitu cepat memproses dan menindaklanjuti laporan dari Luhut Binsar Panjaitan. Hal ini semakin menegaskan ada dugaan conflict of interest terhadap kasus yang melibatkan kepentingan pejabat publik,” ujar Isnur.
Ditegaskan, kedatangan pihak kepolisian Polda Metro Jaya ke kediaman Fatia dan Haris juga semakin menegaskan bahwa Kepolisian dapat dijadikan alat negara untuk menakuti masyarakat yang sedang melakukan kritik terhadap pemerintah/pejabat publik atas kebijakan yang dikeluarkan.
“Situasi ini pun semakin memperparah kondisi demokrasi dan ruang kebebasan sipil di Indonesia yang angkanya terus menurun dalam beberapa waktu terakhir,” kata Isnur.
“Terlebih dalam kasus Fatia dan Haris, upaya kriminalisasi ditujukan kepada ekspresi, kritik dan riset yang dilakukan masyarakat sipil sebagai bagian dari pengawasan publik. Kepolisian seharusnya bertindak profesional dengan menjamin ruang kebebasan sipil masyarakat dan tidak berpihak pada kepentingan pejabat,” sambungnya.
Oleh karena itu, Tim Advokasi meminta Polda Metro Jaya menghentikan proses hukum terhadap upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar panjaitan.
“Kepolisian agar menjamin ruang kebebasan berekspresi masyarakat, khususnya Fatia dan Haris Azhar; Kepolisian tidak bertindak sewenang-wenang dan tetap pada komitmen untuk menjaga demokrasi di Indonesia dengan mengimplementasikan hukum dan kebijakan yang sudah dibuat untuk kepentingan masyarakat dan bukan untuk pemberangusan kebebasan berekspresi warga negara,” tandasnya.