Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) ingin pemerintah melibatkan pihaknya dalam menyusun kurikulum vokasi, agar antara dunia pendidikan dan dunia industri bisa sinergis.
“Kurikulum vokasi disusun oleh para pakarnya. Kami gak pernah diikutkan. Kami diikutkan pada akhirnya, finishingnya,” ujar Wakil Ketua Komisi Tetap Pelatihan dan Ketenagakerjaan Kadin Indonesia Dasril Rangkuti dalam Rapat Panja Merdeka Belajar-Kampus Merdeka bersama Komisi X DPR RI, Senin (17/1/2022).
“Kami kan tidak bisa lagi memberi masukan, sudahlah menjadi silabus dan materi ajar. Itu yang terjadi selama bertahun-tahun. Nanti dibilang industri tidak bisa menyerap,” sambungnya.
Dalam konsep Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, lanjut Dasril, ada yang namanya magang di industri. Syaratnya, pelajar harus dibekali dengan soft skill terlebih dahulu sebelum terjun ke lapangan.
“Bukan bikin MoU terus magang. Kami di industri juga bingung, Pak. Kalau tidak diterima susah juga, maka perlu duduk bersama. Jadi bukan magang bikin kopi dan fotokopi,” tutur Dasril.
Pihaknya meminta agar pelajar dan mahasiswa untuk menguasai bahasa asing sebelum magang. Menurutnya, dalam 1 semester mahasiswa mesti disiapkan menguasai bahasa asing.
“Kami sudah banyak investor luar. Kita duduk bersama dengan investor, tapi mahasiswa kita itu skor TOEFLE-nya di bawah 400. Bagaimana bisa berkomunikasi dengan asing?” ungkap Dasril.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) telah meluncurkan program Kampus Merdeka di akhir Januari 2020. Kampus Merdeka merupakan keberlanjutan dari Konsep Merdeka Belajar.
Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), menurut Mendikbud Ristek Nadiem Makarim merupakan kerangka untuk menyiapkan mahasiswa menjadi sarjana yang tangguh, relevan dengan kebutuhan zaman, dan siap menjadi pemimpin dengan semangat kebangsaan yang tinggi.
Kampus Medeka memberikan hak kepada mahasiswa untuk tiga semester belajar di luar program studinya. Di program Kampus Merdeka, mahasiswa memiliki kesempatan 1 semester atau setara 20 SKS untuk menempuh pembelajaran di luar program studi pada perguruan tinggi yang sama.
"Bisa juga paling lama 2 semester atau setara 40 sks menempuh pembelajaran pada program studi yang sama di perguruan tinggi berbeda," ujar Nadiem Makarim dalam rapat koordinasi kebijakan pendidikan tinggi, Jumat (24/1/2020).