Bisnis.com, JAKARTA – Polemik kenaikan UMP DKI Jakarta sebanyak 5 persen akhirnya sampai ke pengadilan.
Pasalnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta resmi menggunggat kebijakan Gubernur DKI Anies Baswedan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Gugatan para pengusaha beserta dua perusahan yakni PT Edico Utama dan PT Century Textile Industry Tbk (CNTX) diajukan pada tanggal Kamis (13/1/2022) kemarin.
Dalam petitum gugatannya, para penggugat meminta majelis hakim mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya.
Kemudian menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi tahun 2022 tanggal 16 Desember 2021.
“Menyatakan Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1395 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi tahun 2022 tanggal 19 November 2021 berlaku dan mengikat,” demikian bunyi gugatan yang dikutip, Senin (17/1/2022).
Baca Juga
Selain itu, penggugat juga meinta hakim untutk mewajibkan Anies Baswedan mencabut Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2022 tanggal 16 Desember 2021.
“Menghukum tergugat (Anies Baswedan untuk membayar biaya perkara,” tukasnya.
Polemik UMP DKI
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 1517/2021 tentang Upah Minimum Provinsi atau UMP DKI Jakarta 2022.
Dalam SK tersebut, Anies Baswedan menetapkan UMP DKI Jakarta 2022 senilai Rp4.641.854 per bulan yang terhitung sejak 1 Januari 2022 bagi buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun.
"Pengusaha dilarang membayar upah yang lebih rendah dari UMP. Pengusaha yang melanggar aturan ketentuan akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan," tulis SK tersebut seperti dikutip Bisnis.
Kebijakan itu ternyata menuai polemik. Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP Manuara Siahaan mewanti-wanti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta soal dualisme kebijakan publik terkait dengan revisi upah minimum provinsi (UMP) senilai 5,1 persen.
Manuara mengatakan terdapat poin kritikal dalam kebijakan yang diambil berdasarkan SK No.1517/2021 tentang UMP 2022 tersebut, yakni penetapan UMP awal yang bersifat final dan keberata pengusaha.
"Ada kritikal poin yang sangat penting bahwa UMP dki bersifat final dan tidak akan direvisi. Sementara, di sisi pengusaha masih ada keberatan," ujar Manuara.
Keberatan dari pihak pengusaha muncul setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tetap melakukan revisi pada 16 Desember 2021. Pihak pengusaha yang diwakili oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) belum ada diskusi dengan Pemprov DKI terkait dengan revisi tersebut.
Sebagai respons, Apindo bersama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengambil langkah hukum dengan akan menggugat Anies Baswedan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika nilai UMP yang ditetapkan berdasarkan SK terakhir.
Situasi ke depan, kata Manuara, perlu disiasati oleh Pemprov DKI Jakarta dengan memastikan akuntabilitas dari kebijakan publik yang sudah diambil.
"Pemenuhan akuntabilitas itu harus bisa dijelaskan. Ini nanti yang akan masuk ke dalam ranah pengujian di ranah hukum. Apabila kita nanti di pihak yang lemah inilah yang membuat kita nanti sangat malu," ujarnya.
Manuara menambahkan, perlu dilakukan eksplorasi secara bersama-sama utnuk mempertanggungjawabkan akuntabilitas kebijakan publik dalam proses pengujian yang akan dilakukan di ranah hukum terkait dengan revisi UMP DKI dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen.