Bisnis.com, JAKARTA – Berkaca dari kasus Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, KPK mengingatkan agar semua kepala daerah selalu menghindari potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses pengadaan barang dan jasa maupun lelang jabatan.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan bahwa dari studi yang dilakukan lembaganya, salah satu faktor pendorong atau penyebab terjadinya tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara adalah konflik kepentingan.
"Penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki kepentingan pribadi atas penggunaan setiap wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya,” katanya melalui keterangan pers, Senin (10/1/2022).
Ipi menjelaskan bahwa ada berbagai bentuk dan jenis konflik kepentingan yang sering terjadi di lingkungan pemerintah.
Beberapa di antaranya adalah penerimaan gratifikasi atas suatu keputusan atau jabatan; proses pemberian izin yang mengandung unsur ketidakadilan atau melanggar hukum; proses pengangkatan, mutasi dan rotasi pegawai; hingga pemilihan rekanan kerja atau penyedia barang dan jasa pemerintah berdasarkan kedekatan, balas jasa, pengaruh dari penyelenggara negara.
"Situasi ini juga bisa terjadi dalam pelaksanaan tugas di lingkungan kekuasaan lainnya," jelasnya.
Oleh karena itu, Ipi menuturkan bahwa salah satu rekomendasi KPK berdasarkan studi tersebut adalah agar instansi melakukan pengelolaan penanganan konflik kepentingan melalui perbaikan nilai, sistem, termasuk kepada pribadi dan pembangunan budaya instansi.
Dalam upaya memperbaiki sistem, KPK telah mendorong penguatan tata kelola pemerintah daerah yang baik melalui monitoring center for prevention (MCP).
Delapan fokus area penguatan tata kelola tersebut, dua di antaranya adalah manajemen ASN dan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Langkah-langkah perbaikan sistem telah dijabarkan dalam indikator dan subindikator kedua fokus area tersebut.
KPK meminta agar kepala daerah berkomitmen dan serius melakukan langkah-langkah perbaikan tata kelola pemerintahan sebagai upaya pencegahan korupsi.
“Keberhasilan setiap daerah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi sangat tergantung pada komitmen kepala daerah untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance serta menjauhi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang,” ungkapnya.
Atas kasus Walkot Bekasi, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan bahwa OTT terkait dengan dugaan korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan.
"Pada kegiatan tangkap tangan ini, Tim KPK mengamankan 14 orang orang pada Rabu tanggal 5 Januari 2022 sekitar jam 14.00 Wib di beberapa tempat di wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat dan Jakarta," katanya melalui konferensi pers, Kamis (6/1/2022).
Firli menjelaskan bahwa mereka yang ditangkap adalah Rahmat Effendi, Wali Kota Bekasi periode 2013-2018 dan periode 2018-2022. Lalu, Direktur PT MAM Energindo Ali Amril dan makelar tanah Novel.
Selanjutnya BK [Bagus Kuncorojati] staf sekaligus ajudan RE [Rahmat Effendi, MB [M. Bunyamin] Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, HR [Haironi] Kasubag TU Sekretariat Daerah," jelasnya.
Kemudian, Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa Suryadi serta Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa Handoyo
Lalu, Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi,Staf Dinas Perindustrian Agus Murdiansyah.
"MY [Mulyadi alias Bayong] Lurah Kati Sari, WY [Wahyudi] Camat Jatisampurna, dan LBM [Lai Bui Min alias Anen] Swasta," terang Firli.