Bisnis.com, JAKARTA--Partai Gelora akan mengajukan tiga judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold/PT) selain pemisahan pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (Pileg) dalam satu waktu.
Ketua Umum Paertai Gelora, Anis Matta mengatakan ketentuan PT 20 persen pada Pilpres saat ini dinilai telah menghalangi munculnya calon-calon potensial. Pasalnya, calon presiden hanya ditentukan oleh partai politik (parpol) yang lolos ke Senayan pada pemilu sebelumnya.
Sementara pada PT 4 persen ambang batas parlemen, ada banyak suara yang ikut pemilu menjadi sia-sia karena persoalan fundamental dari sistem pemilu saat ini.
"Mudahnya, begini populasi dikurangi menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kemudian DPT ini dikurangi lagi partai yang tidak lolos. Lalu, dikurangi suara tidak sah, dikurangi lagi dengan partai yang tidak lolos parlemen. Maka kira-kira kurang dari 50% tingkat representasi anggota parlemen yang terpilih, ini sangat buruk sekali," katanya.
Sedangkan terkait pemisahan Pilpres dan Pileg, kata Anis Matta, belajar dari kasus Pemilu 2019 yang menyebabkan lebih dari 900 petugas pemilu meninggal dunia akibat beban kerja.
"Kita akan mengusulkan pemisahan antara pemilihan pemilu legislatif dan pemilhan presiden supaya tidak ada lagi beban kerja yang menumpuk. Pemilu 2019 lalu adalah pemilu terburuk sepanjang sejarah, angka kematiannya sangat tinggi," katanya.
Baca Juga
Selain mengajukan Judial Review ke MK, Partai Gelora juga akan mengusulkan pembubaran fraksi di DPR. Langkah itu akan memungkinkan perdebatan yang panjang dalam membahas peraturan perundang-undangan atau perumusan legislasi.
"Nanti akan ketahuan, mana anggota DPR yang tidak pernah bicara sama sekali. Mereka tidak bisa sembunyi, dibalik juru bicara, semua harus bicara. Tidak lagi diwakili fraksi sebagai juru bicara, sehingga ketika membahas UU perdebatannya panjang dan matang," ujarnya.
Pada bagian lain Anis Matta menyebut tahun 2022 sebagai tahun perubahan besar terhadap penyelesaian masalah ketimpangan ekonomi, pembusukan demokrasi dan hukum yang berpihak kepada oligarki selama ini.
"Ini semua bisa menjadi satu ledakan sosial yang bisa terjadi setiap waktu, walaupun terus-menerus ditutupi dengan angka-angka ekonomi makro yang tampak menggembirakan," kata Anis Matta kepada wartawan, Kamis (30/12/2021).
Anis Matta mengungkapkan bahwa beban hidup masyarakat sehari-sehari di lapisan bawah justru bertambah berat, seperti tidak tahu bagaimana harus bergerak dari keterpurukan ekonomi saat ini.