Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ICW Sentil Jokowi Jangan Besar Janji soal RUU Perampasan Aset

ICW menyentil agar Presiden Joko Widodo tidak hanya besar janji atau lip service terkait rencana mengundangkan RUU Perampasan Aset.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana (tengah)./Antara
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana (tengah)./Antara

Bisni.com, JAKARTA – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyentil Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar tidak hanya besar janji atau lip service terkait rencana mengundangkan RUU Perampasan Aset.

“Sebab, selama tujuh tahun menjadi Presiden, Bapak Joko Widodo lebih sering menempatkan isu antikorupsi hanya sebatas jargon, tanpa ada suatu tindakan konkret mendukungnya,” katanya kepada wartawan, Senin (20/12/2021).

Kurnia menjelaskan, bahwa proses legislasi DPR tidak bisa dijadikan harapan. Sebab, rekam jejak lembaga legislatif selama ini jarang memprioritaskan UU yang memperkuat penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi.

ICW berpandangan RUU Perampasan Aset menjadi penting, khususnya terhadap pemberantasan korupsi. Ini karena gap antara kerugian keuangan negara dengan uang pengganti masih sangat tinggi.

Dalam catatan ICW, kerugian keuangan negara tahun 2020 mencapai Rp56 triliun. Akan tetapi uang penggantinya hanya Rp19 triliun.

Ini membuktikan hukum pidana yang menggunakan pendekatan in personam belum terbukti ampuh untuk memulihkan kerugian keuangan negara. Selain itu, RUU Perampasan Aset juga sejalan dengan Pasal 54 ayat (1) huruf c Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC).

Padahal, tambah Kurnia, ada sejumlah manfaat yang bisa didapatkan dengan mengundangkan RUU Perampasan Aset. Pertama, pembuktiannya lebih mudah karena berbeda dengan pembuktian yang dianut hukum pidana.

RUU Perampasan Aset tidak lagi berbicara mengenai kesalahan individu atau membuktikan adanya niat jahat pelaku. Penuntut umum cukup menggunakan standar pembuktian formal.

Sederhananya, jika ditemukan adanya tindak pidana lalu ada aset yang tercemar dari tindak pidana tersebut, maka penegak hukum dapat memproses hukum lebih lanjut dengan tujuan perampasan.

Kedua, RUU Perampasan Aset mengenal rezim pembuktian terbalik. Pemilik aset diminta untuk membuktikan sebaliknya bahwa aset tersebut tidak tercemar tindak pidana. Jika itu tidak bisa dilakukan, maka aset segera dirampas untuk negara.

Ketiga, RUU Perampasan Aset menjadi jawaban dari permasalahan banyaknya buronan korupsi saat ini. Jika ini diundangkan, maka penegak hukum dapat mengidentifikasi aset para buronan dan memproses hukum aset tersebut agar segera dirampas untuk negara,” jelas Kurnia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper