Bisnis.com, JAKARTA - Dugaan keterlibatan mafia tanah dialami oleh pihak Yayasan Fajar Hidayah di Perumahan Kota Wisata, Gunung Putri, Bogor yang berujung lelang oleh Pengadilan Negeri (PN) Cibonong pada Selasa (30/11/2021).
Awal sengketa mulanya dari pembangunan masjid Fajar Hidayah di Kota Bekasi pada tahun 2006 yang ambruk total usai selesai pengerjaan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Training Manager MoMA, Zata Ligouw lewat unggahan Instagram @zataligouw, dikutip Rabu (1/11/2021).
“Kadang, kalau belum lihat atau ngerasain sendiri, kezoliman itu terasa engga nyata. Hari ini bangunan rumah yg dihuni oleh puluhan yatim piatu dan duafa di sekolah Fajar Hidayah akan dieksekusi,” ungkap Zata Ligouw yang mengaku bagian keluarga Fajar Hidayah.
“Mungkin ada yang berpikir pasti ada masalah dengan bangunan atau pemiliknya, kalau engga mana mungkin hal ini terjadi…yes, kalau kejadiannya ke orang lain kemungkinan saya pun akan berpikir sama” lanjut Zata Ligouw.
Dia kemudian menceritakan, kronologi awal mula lahan dan bangunan Yayasan Fajar Hidayah berubah jadi sengketa.
Baca Juga
Awalnya, ada pembangunan sebuah masjid Fajar Hidayah di Kota Deltamas, Kota Bekasi, Jawa Barat, pada tahun 2006.
Dalam pembangunan itu, ketua Yayasan Hidayah, Mirdas Eka Yora, mempercayakan kepada pemborong bernama Abdul Syukur. Namun, masjid yang dibangun itu roboh total. Diduga, sarana beribadah dibangun tidak sesuai dengan standar atau ada malpraktik saat membangunan masjid tersebut.
Belum sempat menuntut Abdul Syukur, Fajar Hidayah justru didatangi oleh debt collector dari suplayer pemborong, karena pemborong belum membayar bahan bangunan yang diambilnya.
Namun setelah keluar dari penjara, Absul Syukur malah menuding Yayasan Fajar Hidayah menunggak utang senilai Rp2,3 miliar kepada pihak pemborong.
Yayasan Fajar Hidayah membawa perkara ini ke pihak berwajib dan dilakukan audit oleh lembaga independen. Hasilnya, dinyatakan bahwa pihak Yayasan Fajar Hidayah telah membayar lunas dan tidak utang ke pihak pemborong.
“Hasil audit keseluruhan proyek yang dikerjakan Abdul Syukur terbukti Fajar Hidayah telah membayar Rp3,7 miliar, yang bukan hanya lunas, bahkan lebih bayar hingga Rp300 juta,” ucap Zata Ligouw.
Secara diam-diam, Abdul Syukur tetap memperkarakannya dengan tuduhan pihak Yayasan Fajar Hidayah belum melakukan pembayaran.
Akhirnya, pada tahun 2017, Pengadilan Negeri Cibinong mengirimkan surat ke kelurahan, bukan ke pihak Yayasan Fajar Hidayah yang jaraknya beberapa meter dari kantor kelurahan.
Pihak Yayasan Fajar Hidayah tidak mengetahui perihal surat pemanggilan yang sudah dikirim sebanyak empat kali.
Akibatnya, perkara tersebut diputuskan secara pihak dan inkrah tanpa adanya sidang.
“Setelah dinyatakan inkracht, secara sepihak pengadilan Negeri Cibinong melelang kedua bangunan rumah yang sebenarnya bukan milik Yayasan Fajar Hidayah, namun milik pribadi Ketua dan Pembina Yayasan Hidayah, yang menjadi anak-anak yatim saat ini,” ujar Zata Ligouw.