Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Varian Omicron Mengancam, Aturan PPKM Perlu Diperketat Lagi?

Ahli Epidemiologi mengatakan antisipasi yang perlu dilakukan pemerintah terhadap varian baru Covid-19 Omicron adalah tetap berhati-hati dan disiplin menerapkan protokol kesehatan.
rnPengendara melintas di jalur penyekatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Jakarta, Minggu (1/8/2021). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklaim kondisi penyebaran virus corona di Ibu Kota mulai melandai. Hal ini tak lepas dari kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang akan berakhir pada Senin (2/8/2021). ANTARA FOTO/Rivan Awal Linggarn
rnPengendara melintas di jalur penyekatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Jakarta, Minggu (1/8/2021). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklaim kondisi penyebaran virus corona di Ibu Kota mulai melandai. Hal ini tak lepas dari kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang akan berakhir pada Senin (2/8/2021). ANTARA FOTO/Rivan Awal Linggarn

Bisnis.com, JAKARTA – Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai pemerintah tidak perlu untuk meningkatkan aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) menjadi level 3 dalam menyikapi libur natal dan tahun baru (Nataru) 2022.

“PPKM sebenarnya adalah respons, bukan tindakan pencegahan sehingga harus disesuaikan dengan keadaan di lapangan sehingga tidak ada hubungannya juga dengan Nataru, perlu dilihat kembali keadaan di lapangan,” kata Pandu, Senin (29/11/2021).

Dia melanjutkan, kemunculan varian baru Covid-19 yaitu Omicron (B.1.1.529) juga tidak perlu dikhawatirkan, sebab semua itu masih dugaan sehingga tidak menjadi kebutuhan mendesak untuk meningkatkan level PPKM.

Untuk diketahui, PPKM di Jawa-Bali periode 16-29 November berakhir pada hari ini. Belum diketahui apakah pemerintah akan kembali menaikkan level PPKM pada sejumlah daerah pada periode perpanjangan PPKM Jawa-Bali berikutnya. Adapun, pengumuman terkait perpanjangan PPKM Jawa-Bali akan disampaikan pada Senin (29/11) sore.

“Ya, apa hubungannya PPKM dengan Omicron karena masih belum banyak yang diketahui. Apakah mudah menular, apakah memperparah tingkat kematian, apakah antibody sudah mengenali virus ini? Sehingga terlalu banyak mutasi memang dikhawatirkan, tetapi belum diketahui secara dalam mengenai virus ini,” ujarnya.

Menurutnya, antisipasi yang perlu dilakukan saat ini adalah tetap berhati-hati dan disiplin menerapkan protokol kesehatan.

“Hanya untuk kehati-hatian saja bukan kepanikan, nanti bisa turun lagi setelah banyak informasi, karena kita banyak belum tahu sifatnya [dari varian baru ini] sehingga yang terpenting adalah kehati-hatian,” kata Pandu.

Pandu menilai, pemerintah sudah mengantisipasi varian baru Covid-19 Omicron di Indonesia. Seperti karantina mulai di perketat bagi pelaku perjalanan internasional dari negara tertentu. Namun, dia mengingatkan agar berbagai ketentuan itu harus diterapkan secara konsisten di lapangan. 

“Ya semua kan sudah dilakukan, pemerintah dijalankan saja dengan baik, konsisten,” ujarnya. 

Peneliti dari Center for Indonesian Policy Study (CIPS) Andree Surianta menilai keberadaan varian Omicron ini bisa menjadi bahan komunikasi pemerintah untuk kembali mengingatkan masyarakat secara intensif untuk menerapkan prokes secara konsisten. 

“Terutama karena sekarang sudah mulai banyak yang kendor memakai masker sejak PPKM dilonggarkan. Selain itu tentu harus sangat kita jaga di pintu masuk perbatasan dengan terus menerapkan karantina dan testing on arrival,” ujarnya.

Menurutnya, yang lebih penting lagi adalah perlunya peningkatan kecepatan dan kapasitas genomic sequencing. Berbagai varian ini kan hanya bisa diketahui kalau DNA virus dilakukan tes sequencing, sedangkan kapasitas sequencing di Indonesia dinilai masih rendah. 

“Kita perlu bisa mendeteksi keberadaan varian ini dengan cepat, jadi jumlah sampel yang di-sequencing harus lebih banyak lagi. Jika harus memilih, mungkin diarahkan untuk sequencing sample dari pintu masuk perbatasan atau daerah yang kasusnya tiba-tiba melonjak. Tentu paling ideal adalah kalau semua bisa disequencing, tetapi biayanya akan sangat mahal,” tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper