Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anggota KSSK Bisa Dipidana, Dana PEN Bakal Senasib dengan BLBI?

Inkonstitusionalitas pasal kekebalan hukum membuat pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) lebih berhati-hati dalam penggunaan dana PEN supaya tidak senasib dengan BLBI.
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) berbincang dengan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso (kiri), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kanan) dan Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti (kanan) usai memberikan keterangan pers, di Jakarta, Kamis (23/5/2019)./ANTARA-Galih Pradipta
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) berbincang dengan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso (kiri), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kanan) dan Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti (kanan) usai memberikan keterangan pers, di Jakarta, Kamis (23/5/2019)./ANTARA-Galih Pradipta

Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal impunitas bagi pejabat dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 inkonstitusional.

Pada persidangan Kamis (28/10/2021), MK membatalkan Pasal 27 Ayat (1), (2), dan (3) Perppu yang sudah menjadi UU No 2 Tahun 2020 itu. 

Menurut Mahkamah Konstitusi, frasa Pasal 27 ayat 1, misalnya, yang menyebut biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam proses pemulihan ekonomi nasional dan penanganan Covid-19 adalah biaya ekonomi bukan merupakan kerugian negara bertentangan dengan konstitisi.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” tulis putusan tersebut, dikutip, Jumat (29/10/2021).

Sebelumnya, ketentuan tentang impunitas atau kondisi tidak dapat dipidana bagi pejabat dalam rangka penanganan Covid-19 itu ada pada Pasal 27 Ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2020.

Ketentuan itu memerinci pihak-pihak yang tak dapat diperkarakan secara perdata maupun pidana adalah anggota, sekretaris, dan pegawai sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK); pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan; Bank Indonesia (BI); Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 

Namun, MK menganggap ketentuan itu inkonstitusional. Supaya konstitusional, MK kemudian menambahkan bahwa kekebalan hukum tersebut bisa diperoleh oleh anggota KSSK selama tidak melanggara ketentuan dan undang-undang yang berlaku.

"Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," demikian dikutip dari putusan tersebut.

Dalam catatan Bisnis, keberadaan pasal tersebut memang telah banyak disoal sejak awal. Ada pendapat bahwa pasal sengaja disusupkan karena para pengambil kebijakan trauma dengan kasus BLBI dan Century. 

Temuan BPK

Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merilis temuan terkait penggunaan dana PEN dan penanganan Covid-19 belum lama ini. Hasil audit BPK kemudian menemukan adanya selisih dana super jumbo hingga Rp146,69 triliun, dari total pos anggaran PC-PEN sebesar Rp695,2 triliun tersebut. Jumlah selisih itu lebih banyak dibandingkan skandal BLBI.

Selain itu, lembaga auditor negara itu juga menemukan permasalahan senilai Rp2,94 triliun dalam proses pelaksanaan anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Ketua BPK Agung Firman Sampurna, September lalu, memaparkan bahwa permasalahan itu timbul dari hasil pemeriksaan terhadap 241 terhadap pelaksanaan anggaran PEN yang dikucurkan selama tahun 2020.

"Hasil pemeriksaan menemukan 2.170 temuan dan 2.843 permasalahan senilai Rp2,94 triliun," kata Agung di Jakarta, Selasa (14/9/2021).

Agung memaparkan bahwa selama pelaksanaan audit terhadap anggaran Covid-19 dan PEN itu, lembaga auditor negara menemukan adanya kelemahan dalam proses identifikasi dan kodifikasi anggaran, pertanggungjawaban, hingga manajemen program penanganan pandemi.

Adapun untuk mengatasi permasalahan tersebut BPK telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah yang mencakup proses pembentukan grand design, identifikasi barang penanganan Corona, prioritas anggaran.

Kemudian kebijakan pemberian insentif, pengujian kewajaran harga, hingga persoalan validasi data penerima bantuan. Salah satu yang paling pelik adalah bantuan sosial.

"Ini menjadi momentum dalam penanganan Covid-19 dengan berkolaborasi dengan APIP hingga aparat penegak hukum," tukasnya.

Mirip BLBI?

Sejatinya, jauh sebelum dugaan penyalahgunaan anggaran itu ditemukan, BPK telah mengidentifikasi beberapa risiko terkait penggunaan anggaran untuk penanganan Covid - 19, terutama program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Potensi risiko tersebut, menurut BPK, jika tidak ditangani sejak awal bisa menyebabkan kondisi seperti kasus BLBI dan Bank Century.

Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono mengungkapkan bahwa pemerintah tidak melakukan sejumlah mitigasi awal sehingga angka yang dibutuhkan untuk penanganan Covid - 19 selalu membengkak.

"Ini tampaknya yang terjadi sekarang. Angka yang dibutuhkan sekarang terus meningkat karena tidak memitigasi terlebih dahulu," kata Agus Joko dalam seminar daring, Selasa (9/6/2020).

Agus menambahkan berpijak dari kasus BLBI dan Bank Century, misalnya, pemerintah tidak mempertimbangkan antara beban sebenarnya dengan kebutuhan bailout.

Sehingga, jika melihat kasus Century, kebutuhan yang seharusnya hanya Rp670 miliar, saat pelaksanaan menjadi Rp7 triliun.

"Dua kasus ini untuk dijadikan early warning, karena PEN akan melakukan bailout untuk membantu likuidutas BUMN, pengusaha mikro, pengusaha bukan mikro juga kabarnya. Kami punya masalah itu," jelasnya.

Adapun dana untuk penanganan covid - 19 baik yang terkait dengan penanganan kesehatan maupun PEN menjadi Rp677,2 triliun. Alokasi anggaran ini membuat defisit dalam APBN 2020 membengkak menjadi 6,34 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Suara Komisi XI

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan ketentuan soal impunitas bagi pejabat KSSK.

"Saya memberikan apresiasi kepada Mahkamah Konstitusi yang selalu mengawal konsistensi kita dalam menjalankan amanat Konstitusi UUD 1945. Putusan MK tersebut ada beberapa perubahan yang sangat subtansial mengenai perlindungan hukum," ujar Misbakhun.

Dia mengatakan saat ini APBN dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) merupakan instrumen penting untuk menggerakkan dan mendorong perekonomian yang mengalami tekanan sangat berat akibat pandemi Covid-19.

Oleh karena itu, Misbakhun sebagai angggota komisi di DPR yang bermitra dengan Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS, akan terus berupaya mengawasi realisasi APBN dan PEN tidak menyimpang.

"Untuk itu, saya sebagai anggota DPR RI yang selama ini selalu terlibat dalam proses-proses awal pembahasan APBN dan Program PEN akan terus mengawal prinsip, kaidah, iktikad baik, dan ketaatan atas peraturan perundang-undangan dalam setiap rapat dengan mitra Komisi XI," katanya.

Misbakhun menegaskan pergerakan situasi perekonomian di pusat dan daerah saat ini lebih banyak didorong belanja APBN maupun APBD. Oleh karena itu, meski selama ini pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) ditentukan sektor konsumsi, APBN dan APBD merupakan instrumen penting.

Dia mengharapkan para pengambil keputusan soal APBN tidak menjadi takut dan ragu melaksanakan kebijakan pasca-putusan MK tersebut.

"Kalau sampai ketakutan ini menjadi paranoid atau trauma tersendiri bagi para pengambil kebijakan, akibatnya bisa banyak program prorakyat dalam bentuk bantuan sosial, progam penanganan dan penanggulangan Covid-19, vaksinasi, dan PEN bakal akan terganggu atau tidak berjalan," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper