Bisnis.com, JAKARTA - World Bank atau Bank Dunia telah menangguhkan bantuan ke Sudan setelah militer di negara tersebut melakukan kudeta terhadap pemerintah sipil. Para pemimpin politik Sudan ditangkap pada hari Senin (25/10/2021) yang memicu protes nasional dan kecaman dunia internasional.
Selain World Bank, The African Union (AU) juga telah menangguhkan Sudan dari blok tersebut karena perebutan kekuasaan yang tidak konstitusional. Amerika Serikat (AS) juga membekukan bantuan senilai US$700 juta.
Para pemimpin sipil dan militer Sudan berada dalam perjanjian pembagian kekuasaan yang rapuh selama dua tahun terakhir ini, seperti dilansir dari BBC.com.
Penangguhan bantuan secara tiba-tiba akan berdampak pada kemungkinan memiliki konsekuensi yang mengerikan bagi ekonomi Sudan yang sudah 'babak belur'. Langkah World Bank dan AU memberikan tekanan lebih lanjut pada pemimpin kudeta, yaitu Jenderal Abdel Fattah Burhan untuk mengembalikan pemerintahan sipil.
Sebelumnya, Jenderal Burhan bertanggung jawab atas perjanjian pembagian kekuasaan, dan mengatakan kudeta diperlukan untuk menghindari perang saudara. Dia juga bersikeras bahwa Sudan masih bergerak menuju demokrasi dan pemilihan umum pada tahun 2023. Namun, alasan dan kudeta militer ini telah ditolak secara luas.
"Saya sangat prihatin dengan peristiwa baru-baru ini di Sudan. Saya khawatir dampak dramatis ini dapat terjadi pada pemulihan dan pembangunan sosial dan ekonomi negara tersebut," ujar Presiden World Bank David Malpass seperti dilansir dari bbc.com, Kamis (28/10/2021).
Pada Maret lalu, Sudan menerima bantuan berjumlah miliaran dolar hibah dari World Bank untuk pertama kalinya dalam hampir 30 tahun. Bantuan tersebut dapat diakses setelah pemerintah Sudan melunasi tunggakannya.
Malpass mengungkapkan Sudan telah membuat beberapa kemajuan ekonomi, setelah bertahun-tahun berada dalam krisis yang mendalam.
Perdana Menteri Abdalla Hamdok menuturkan Bank Dunia setidaknya telah menyumbangkan sekitar US$3 miliar bantuan ke Sudan untuk mendukung pertanian, transportasi, perawatan kesehatan dan pendidikan.
Dalam pidato bulan lalu kepada World Bank, Hamdok menuturkan bahwa perubahan dari pendanaan mulai membuahkan hasil karena ekonomi Sudan menunjukkan tanda-tanda stabil. Sayangnya, hal itu kini menjadi berisiko kembali.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menjelaskan bahwa dia telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri sekutu sipil Sudan Mariam Sadiq al-Mahdi. Blinken dan menjanjikan dukungannya untuk kembali ke transisi yang dipimpin sipil menuju demokrasi.
Selain penangguhan, pada Rabu (27/10/2021) malam dilaporkan oleh media pemerintah bahwa enam duta besar Sudan telah dicopot dari jabatan mereka oleh militer.
Protes masyarakat di jalanan tetap berlanjut hingga hari ketiga. Bentrokan antara warga dan militer menewaskan 10 orang, setelah tentara melepaskan tembakan ke kerumunan. Pasukan dilaporkan melakukan perjalanan dari rumah ke rumah di Khartoum menangkap penyelenggara protes lokal.
Para demonstran yang terlibat diantaranya serikat pekerja yang mewakili dokter dan pekerja minyak, seperti yang dilakukan staf di Asosiasi Perbankan Sudan.
"Kami berdiri teguh menentang setiap tindakan militer dan segala bentuk kediktatoran," kata juru bicara asosiasi tersebut, Abdul Rashid Khalifa mengutip pada bbc.com (28/10/2021).
Analisis Koresponden Senior Afrika Anne Soy menyampaikan ekonomi Sudan telah lama berada dalam kesulitan dan masyarakat umum cenderung mengalami lebih banyak penderitaan.
Hal tersebut terlihat dari bagaimana Sudan kekurangan bahan makanan, khususnya roti. Kudeta tersebut juga memicu ledakan harga bahan pokok hingga menyebabkan protes massa dan penggulingan Omar al-Bashir dua tahun lalu.