Bisnis.com, JAKARTA - Beberapa waktu lalu, tagar #PercumaLaporPolisi menyeruak di jagat maya. Hal itu diawali dengan terbitnya berita tentang penanganan kasus kekerasan seksual kepada tiga anak di Polres Luwu Timur.
Laporan tersebut menjelaskan kejanggalan dari proses yang dilakukan oleh pihak Polres Luwu Timur. Mulai dari hasil visum, sampai tudingan kondisi kejiwaan pada ibu korban. Akhirnya, Polres Luwu Timur menghentikan penyelidikan pada 10 Desember 2019.
Sementara kasus di Luwu Timur masih ramai diperbincangkan, institusi kepolisian kembali mencoreng nama baiknya sendiri. Beredar video kekerasan fisik dari aparat kepolisian. Hal itu terjadi pada Rabu (13/10/2021).
Dalam video singkat tersebut, terlihat aparat kepolisian merangkul, menyeret, dan terakhir, membanting salah satu masa aksi dengan posisi badan belakang yang terbentur. Akibatnya, menyebabkan korban kejang-kejang dalam beberapa saat.
Tindakan kekerasan tersebut, menurut SETARA Institute melalui rilisnya, sangat bertentangan dengan tugas kepolisian dalam melindungi hak-hak konstitusi masyarakat yang mengemukakan pendapat di muka umum.
"Polri yang humanis sama sekali tidak tercermin dalam tindakan-tindakan demikian. Kapolri semestinya melakukan evaluasi terkait visi Polri Presisi terhadap pelbagai jajarannya di daerah. Termasuk merancang indikator-indikator terukur yang wajib dipedomani oleh setiap anggota Polri,” ujar peneliti SETARA Institute Ikhsan Yosarie kepada Bisnis (22/10/2021).
Baca Juga
Tidak henti sampai situ, keganasan aparat kepolisian kepada masyarakat sipil masih berlanjut. Tontonan yang dulu kerap disajikan, dengan menampilkan Bripka Ambarita sebagai pemimpin operasi tim Rainmas Backbone ternyata juga menyalahi Standar Operasional Prosedur (SOP). Kesalahannya yakni, merampas telepon genggam dengan dalih pemeriksaan.
Kesalahan SOP yang dilakukan oleh Bripka Ambarita pun diakui oleh Kombes Pol Yusri Yunus, Kabid Humas Polda Metro Jaya. Ia mengatakan, \"Sekali lagi saya katakan memang betul kita akui Pak Ambarita itu ada dugaan kesalahan SOP.\"
Selain itu, Komisioner Kompolnas Poengky Indarty turut menjelaskan kekeliruan Bripka Ambarita. Pengambilan telepon genggam seseorang tanpa ada dasar hukum dan surat perintah, bagi Poengky adalah suatu yang keliru.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sangat menyayangkan anggota kepolisian yang tidak taat pada aturan. Tindakan tegas, kata Listyo, harus diberikan kepada anggota yang terbukti melanggar.
Listyo pun meminta masing-masing Kasatwil (Kepala Satuan Wilayah) untuk menindak cepat anggota yang melanggar aturan. Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) dan proses pidana harua dilakukan. \"Bila Kasatwil ragu, saya ambil alih,\" tegasnya.
Wujudkan Reformasi Polri
Merespon berbagai masalah yang ada di tubuh Polri. Khususnya, terkait kasus-kasus yang terjadi baru-baru ini. Berbagai elemen masyarakat membentuk Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri. LSM-LSM yang tergabung adalah KontraS, Imparsial, Amnesty International Indonesia, Public Virtue Institute, LBH Jakarta, Setara Institute, ICJR, HRWG, Elsam, PBHI, LBH Masyarakat, Pil-Net, ICW dan LBH Pers.
Koalisi ini menuntut, pertama, Presiden dan DPR RI diminta segera melakukan percepatan agenda reformasi kepolisian dengan melakukan revisi berbagai undang-undang yang berhubungan dengan aspek baik kultural, struktural, hingga instrumental. Revisi ini dapat dimulai dari revisi UU Kepolisian, KUHAP, dan berbagai aturan yang bersinggungan lainnya.
Kedua, koalisi juga menuntut Presiden dan DPR RI merevisi undang-undang yang berhubungan dengan kewenangan besar dari Kepolisian dengan tujuan memberikan pengawasan dan kontrol yang efektif terhadap kewenangan besar Kepolisian tersebut, dengan setidaknya segera mendorong pembahasan RUU Hukum Acara Pidana (RKUHAP), RUU Kejaksaan, dan undang-undang lain yang berhubungan.
Ketiga, Presiden dan DPR diminta memerintahkan Kapolri untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan mengambil langkah perbaikan bagi pelaksanaan tugas kepolisian yang mengedepankan prinsip-prinsip pemolisian demokratik dan penghormatan hak asasi manusia.
Koalisi mendesak agar petugas yang melakukan tindak kekerasan harus segera ditindak melalui proses peradilan pidana yang transparan, sehingga bisa menjadi bagian komitmen dari penegakan hukum di tubuh internal kepolisian.
Keempat, Kapolri didesak melakukan evaluasi terhadap aturan internal. Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian sebagai aturan pengamanan demonstrasi perlu direvisi dengan memasukkan aturan sanksi yang tegas dan kewajiban untuk memproses pidana bagi anggota yang terbukti melakukan pelanggaran protap dan pidana. Selain itu, Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Standar HAM dalam Tugas Kepolisian perlu direvisi dengan menyertakan lampiran SOP terkait tugas-tugas pemolisian yang demokratis.
Kelima, Kapolri diminta memperbaiki proses pendidikan untuk mengakhiri budaya kekerasan yang selama ini dinilai masih kuat di kepolisian. Menurut Koalisi, Anggota kepolisian sudah seharusnya meninggalkan cara pandang lama yang melihat dirinya sebagai \"penghukum\". Anggota Polri diharapkan menyadari bahwa tugasnya adalah memelihara keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum, mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat.
Karenanya, anggota kepolisian tidak dibenarkan memberikan penghukuman apalagi dengan cara-cara kekerasan kepada masyarakat.
Keenam, Presiden diminta segera membentuk sebuah Tim Independen Percepatan Reformasi di kepolisian yang bekerja secara langsung di bawah Presiden, guna memastikan perubahan terjadi di semua lini kepolisian.
Telegram Polri
Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Kapolri Jenderal Sigit Listyo Prabowo akhirnya mengeluarkan surat telegram yang ditujukan kepada seluruh Kepala Kepolisian Daerah di Indonesia pada Selasa (19/10/2021).
Surat telegram ini didasari atas tiga kejadian yang belakangan menjadi sorotan nasional. Pertama, kasus di Polsek Percut Sei Tuan Polres Medan yang diduga tidak profesional dan proporsional dalam penanganan kasus penganiayaan. Dalam kasus ini, polisi menetapkan tersangka seorang ibu yang menjadi korban penganiayaan oleh preman.
Kedua, kasus anggota Polresta Tangerang membanting mahasiswa yang melakukan unjuk rasa di depan Kantor Bupati, pekan lalu. Dan ketiga kasus anggota Satlantas Polresta Deli Serdang melakukan penganiayaan terhadap pengendara sepeda motor.
Lewat telegram tersebut, Listyo memerintahkan jajarannya untuk memastikan penanganan kasus kekerasan terhadap masyarakat dilaksanakan secara prosedural, transparan dan berkeadilan.
\"Melakukan penegakan hukum secara tegas dan keras terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam kasus kekerasan berlebihan terhadap masyarakat,\" demikian bunyi telegram tersebut.
Listyo juga meminta jajarannya untuk memberikan petunjuk kepada anggota pada fungsi operasional khususnya yang berhadapan dengan masyarakat agar pada saat melaksanakan pengamanan atau tindakan kepolisian harus sesuai dengan kode etik profesi Polri dan menjunjung tinggi HAM.
Dalam pelaksanaan tindakan upaya paksa, polisi juga diharuskan berpedoman pada standar operasional prosedur (SOP) tentang urutan tindakan kepolisian sesuai dengan peraturan Kapolri nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian.
\"Memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan kegiatan pengamanan dan tindakan kepolisian yang memiliki kerawanan sangat tinggi harus didahului dengan APP, memastikan seluruh anggota yang terlibat dalam kegiatan memahami dan menguasai tindakan secara teknis, taktis dan strategi,\" tulis telegram tersebut.
Selaku Kapolri, Listyo juga meminta untuk memperkuat pengawasan, pengamanan dan pendampingan oleh fungsional Propam. Baik secara terbuka maupun tertutup pada saat pelaksanaan pengamanan unjuk rasa atau kegiatan upaya paksa yang memiliki kerawanan atau melibatkan massa.
Selain itu, juga mengoptimalkan pencegahan dan pembinaan kepada anggota Polri agar dalam pelaksanaan tugasnya tidak melakukan tindakan arogan, sikap tidak simpatik, berkata-kata kasar, penganiayaan, penyiksaan dan tindakan kekerasan yang berlebihan.
Lalu, memerintahkan fungsi operasional, khususnya yang berhadapan langsung dengan masyarakat untuk meningkatkan peran dan kemampuan para first line supervisor dalam melakukan kegiatan pengawasan melekat dan pengendalian kegiatan secara langsung di lapangan.
\"Memerintahkan para Dir, Kapolres, Kasat dan Kapolsek untuk memperkuat pengawasan dan pengendalian dalam setiap penggunaan kekuatan dan tindakan kepolisian agar sesuai dengan SOP dan ketentuan yang berlaku,\" demikian tertulis dalam telegram.
\"Memberikan punishment atau sanksi tegas terhadap anggota yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin atau kode etik maupun pidana khususnya yang berkaitan dengan tindakan kekerasan berlebihan serta terhadap atasan langsung yang tidak melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai tanggung jawabnya,\" lanjut bunyi telegram tersebut
Dengan surat telegram tersebut semoga Polri ke depan diharapkan mampu memberikan rasa aman, nyaman dan tentram kepada masyarakat. Semoga.