Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjawab kritikan ekonom senior Faisal Basri yang menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tetap akan rugi sampai kiamat.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga tak menampik bahwa tingkat pengembalian modal kereta cepat relatif lama karena baru akan diperoleh setelah 40 tahun sejak protek selesai.
Namun Arya menegaskan kondisi ini terjadi hampir di semua negara yang melakukan investasi di proyek kereta cepat.
"Ya hitungan koservatif kita ya, untuk ekuitasnya mungkin 40 tahun lah. Tapi kita belum tahu karena ini masih hitungan kasar, mirip-mirip proyek mass rapid transit (MRT)," kata Satafsus Erick Thohir itu, Kamis (14/10/2021).
Arya menambahkan bahwa saat ini Kementerian BUMN masih menghitung dan menunggu angka pembengkakan biaya yang timbul dari konstruksi proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) sembari BPKP melakukan audit. Dengan begitu, baru bisa diketahui angka pembengkakan biaya yang sesungguhnya.
Sebelumnya, ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menilai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebagai proyek yang mubazir. Bahkan, dia memperkirakan pendanaan proyek ini tak akan balik modal hingga kiamat.
Baca Juga
"Sebentar lagi rakyat membayar kereta cepat. Barang kali nanti tiketnya Rp400.000 sekali jalan. Diperkirakan sampai kiamat pun tidak balik modal," ujarnya dalam sebuah dialog virtual, Rabu (13/10/2021).
Menurutnya, pengerjaan infrastruktur ini hanya membuang anggaran negara. Apalagi saat ini akan didanai dari APBN setelah tersandung masalah pembengkakan biaya hingga Rp27,74 triliun.
Faisal menyebut, sejak awal proyek Kereta Cepat ini sudah ditolak saat rapat koordinasi pada tingkat pemerintah, berdasarkan kajian konsultan independen yakni Boston Consulting Group. Namun, Rini Soemarno yang kala itu menjabat Menteri BUMN berjuang agar proyek ini dapat berjalan.
Alhasil, adanya kesalahan langkah tersebut, imbuhnya, kini berakibat pada masyarakat yang harus ikut membiayai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung melalui APBN.