Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita tiga mobil milik tersangka tindak pidana korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan Dan Energi (PDPDE) Provinsi Sumatra Selatan.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Supardi mengatakan bahwa ketiga unit mobil itu disita setelah tim penyidik Kejagung menggeledah kediaman tersangka Muddai Madang selaku Komisaris Utama PT PDPDE Gas dan tersangka A. Yaniarsyah Hasan selaku Direktur PT DKLN di wilayah DKI Jakarta.
"Kendaraan itu disita dari kediaman dua tersangka di wilayah Jakarta Selatan," kata Supardi kepada Bisnis di Jakarta, Rabu (13/10/2021).
Supardi menjelaskan bahwa alasan tim penyidik Kejagung menyita tiga unit mobil milik dua orang tersangka itu karena diduga pembelian tiga mobil tersebut berasal dari uang hasil korupsi.
"Kendaraan itu dibeli diduga menggunakan uang hasil korupsi pembelian gas bumi," ujarnya.
Dalam perkara tersebut, tim penyidik Kejagung telah menetapkan beberapa orang tersangka yaitu eks Gubernur Sumatra Selatan Alex Noerdin, Muddai Madang, A. Yaniarsyah Hasan dari Dirut PT PDPDE Gas Caca Isa Saleh S.
Seperti diketahui, perkara korupsi tersebut berawal dari perjanjian jual beli gas bagian negara antara KKS Pertamina Hulu Energi (PHE), Talisman dan Pacific Oil dengan Pemprov Sumsel.
Hak jual ini merupakan participacing interest PHE 50 persen, Talisman 25 persen, dan Pacific Oil 25 persen yang di berikan dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan asli daerah Pemprov Sumsel.
Namun, pada praktiknya, bukan Pemprov Sumsel yang menikmati hasilnya, tapi PDPDE Gas yang merupakan rekanan yang diduga telah menerima keuntungan fantastis selama periode 2011-2019.
PDPDE Sumsel yang mewakili Pemprov Sumsel hanya menerima total pendapatan kurang lebih Rp38 miliar dan dipotong utang saham Rp8 miliar. Bersihnya kurang lebih Rp30 miliar selama 9 tahun. Sebaliknya, PT PDPDE Gas mendapatkan banyak keuntungan dari penjualan gas bagian negara ini.
Diduga selama kurun waktu 8 tahun, pendapatan kotor sekitar Rp977 miliar, dipotong dengan biaya operasional, bersihnya kurang lebih Rp711 miliar.