Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sidang Suap Penyidik KPK, Lili Pintauli Disebut Hubungi Walkot M Syahrial

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar disebut menghubungi Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial terkait kasus jual beli jabatan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar membantah pernah menjalin komunikasi dengan tersangka Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial (MS) terkait penanganan perkara./Antara
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar membantah pernah menjalin komunikasi dengan tersangka Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial (MS) terkait penanganan perkara./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial membeberkan ihwal komunikasi dirinya dengan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar terkait penanganan perkara di KPK.

Hal tersebut diungkapkan Syahrial saat bersaksi dalam sidang kasus suap terhadap penyidik KPK asal Polri Stepanus Robin Pattuju terkait penanganan perkara. Syahrial pun merupakan terpidana dalam perkara ini.

Syahrial dihadirkan secara virtual untuk terdakwa Stepanus Robin Pattuju dan pengacara Maskur Husain.

Awalnya, Jaksa KPK bertanya ihwal perkenalan Syahrial dengan Lili Pintauli. Dia mengaku mengenal Lili sebagai Wakil Ketua KPK.

Jaksa kemudian bertanya apakah pernah memberikan uang kepada Lili. Syahrial pun mengaku tidak pernah.

Jaksa kembali bertanya kepada Syahrial apakah dirinya pernah meminta tolong kepada Lili terkait perkara di KPK. Syahrial kemudian menceritakan komunikasi dirinya dengan Lili.

"(Pernah) meminta tolong, (tapi) saat itu saya belum pernah bicara, tapi beliau (Lili) yang menyampaikan ada masalah di KPK, terus saya bilang 'itu kasus lama bu 2019'," kata Syahrial.

Jaksa pun membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Syahrial saat proses penyidikan. 

Dalam BAP No.41, disebutkan bahwa Syahrial tidak berkomunikasi lagi dengan Lili, hingga Juli 2020 saat dirinya sedang keluar tiga hari untuk jemaat tabligh.

"Bu Lili menyampaikan ada nama saya di berkas di mejanya, saya sampaikan itu perkara lama dari 2019, Bu Lili sampaikan agar saya banyak-banyak berdoa dan memohon petunjuk, kemudian saya sampaikan mohon dibantu, Bu Lili bilang tidak bisa dibantu, sudah keputusan pimpinan, lalu saya mengiyakan, benar?," tanya jaksa.

Syahrial membernarkan pernyataannya yang telah dituang di BAP tersebut. Lantaran kasus Syahrial di KPK sudah tidak bisa dibantu, Lili pun menyerahkan nama Arief Aceh kepada Syahrial. Jaksa pun bertanya terkait hal tersebut.

"Malam hari saya putuskan antara Pak Robin atau Bu Lili, saya mohon petunjuk kepada Bu Lili, akhirnya dikasih nama Arief Aceh," kata Syahrial.

Setelah mendapat kontak Arief Aceh, Syahrial mengaku sempat menghubungi Robin dan membeberkan soal komunikasinya dengan Lili.

"Saya sampaikan ke Pak Robin, siapa Bang Arief Aceh, kata Bang Robin, itu pemain, terserah apa mau milih saya atau Arif Aceh, akhirnya saya putuskan ke Pak Robin," kata Syahrial.

Stepanus Robin Pattuju didakwa menerima uang sejumlah Rp11,02 miliar dan US$36 ribu dari sejumlah pihak.

Uang itu diterima oleh Stepanus dari para pihak yang diduga terlibat perkara di KPK. Uang itu diberikan agar Stepanus membantu para pemberi yang tengah terjerat perkara di KPK.

Secara perinci, Stepanus menerima Rp1,69 miliar dari Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial.

Kemudian, Stepanus menerima uang dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin melalui pihak swasta Aliza Gunadi. Jumlah uang yang diterima yakni Rp3,09 miliar dan US$36 ribu.

Ketiga, Stepanus juga disenut menerima uang dalam kasus penerimaan gratifikasi Rumah Sakit Bunda di Cimahi Jawa Barat dari Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp507,39 juta.

Stepanus juga disenut menerima uang dari Direktur Utama PT Tenjo Jaya Usman Effendi sejumlah Rp525 juta.

Terakhir, Stepanus disebut menerima uang Rp5,17 miliar dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.

Atas perbuatannya, Stepanus didakwa melanggar Pasal 12

huruf a jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1)

KUHP.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper