Bisnis.com, JAKARTA-Mabes
Polri telah menerjunkan sejumlah tim khusus untuk melakukan audit terhadap proses penyidikan kasus kekerasan seksual terhadap tiga orang anak yang dilakukan oleh Polres
Luwu Timur.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengemukakan bahwa tim itu akan membantu Polres Luwu Timur untuk mencari alat bukti baru (novum) sehingga perkara dugaan tindak pidana kekerasan seksual seorang ayah kepada tiga orang anaknya bisa dibuka kembali.
"Mabes Polri telah menurunkan satu tim ke Polda Sumsel khususnya ke Polres Luwu Timur dimana tim tersebut akan melakukan audit terhadap langkah-langkah kepolisian yang telah dilakukan oleh penyidik di dalam menangani kasus ini," tutur Rusdi di Mabes Polri, Minggu (10/10/2021).
Dia menjamin seluruh upaya pencarian alat bukti baru yang dilakukan tim khusus dari Mabes Polri tersebut akan berjalan secara professional dan transparan serta akuntabel.
"Tentunya kami juga akan memberikan asistensi terhadap penyidik apabila nanti penyelidikan ini akan dilakukan kembali berdasarkan apabila ada alat bukti baru tentunya," katanya.
Rusdi memastikan bahwa Bareskrim Polri tidak akan menarik perkara tindak pidana pencabulan tersebut. Dia menjelaskan bahwa Bareskrim Polri hanya bertugas memberikan petunjuk sekaligus melakukan pendampingan terhadap penyidik di Polres Luwu Timur.
"Tidak, kasus ini tetap akan ditangani di sana. Tim dari Mabes Polri hanya melakukan pendampingan saja," ujarnya.
Sebelumnya, Polres Luwu Timur dianggap tidak berpihak kepada ketiga anak korban dugaan kekerasan seksual, pasalnya penyidik menghentikan kasus tersebut terlalu cepat hanya dua bulan setelah korban melaporkan ke polisi.
“Kasus ini dihentikan sangat awal sekali, prematur selang dua bulan setelah dilaporkan,” kata penasihat hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Rezky Pratiwi, Jumat (8/10/2021).
Menurut dia, polisi tidak menemukan fakta atau petunjuk dalam kasus tersebut lantaran tidak memeriksa saksi-saksi dan terlapor.
Bahkan, saat korban di assesment dan melaporkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Luwu Timur tidak didampingi pengacara atau pekerja sosial. Ironisnya, P2TP2A mempertukan korban dan terlapor, sehingga hasilnya tidak objektif.
Prosesnya pun sangat singkat yani 15 menit, padahal ketentuan dalam proses hukum ada tahapan dan melibatkan lebih dari dua dokter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google
News dan WA Channel