Harmoni Budaya dan Industri di Bumi Batara Guru

Luwu Timur merangkai masa depan dengan menyatukan akar budaya dan dinamika industri dalam harmoni yang menulis jejak keberlanjutan
Foto: Fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang memanfaatkan aliran Danau Matano, Sorowako, menunjukkan sinergi antara teknologi, kelestarian alam, kehidupan sosial dan budaya masyarakat sekitar yang terus tumbuh./Bisnis-Paulus Tandi Bone.
Foto: Fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang memanfaatkan aliran Danau Matano, Sorowako, menunjukkan sinergi antara teknologi, kelestarian alam, kehidupan sosial dan budaya masyarakat sekitar yang terus tumbuh./Bisnis-Paulus Tandi Bone.

Bisnis.com, LUWU TIMUR - Di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, sejarah dan masa depan berjalan beriringan. Di sinilah jejak peradaban metalurgi tertua di Nusantara menemukan napas baru, tak sekadar dalam bentuk artefak, namun juga melalui semangat kolektif lintas generasi yang berupaya merawat warisan leluhur di tengah arus globalisasi.

Luwu Timur dikenal sebagai Bumi Batara Guru, wilayah yang mewarisi peradaban besi sejak masa pra-Islam. Di sekitar Danau Matano dan Towuti, tradisi peleburan logam telah berlangsung secara sistematis setidaknya sejak abad ke-14. Lebih dari sekadar pencapaian teknologi, warisan ini membentuk identitas sosial, struktur adat, hingga pranata kepemimpinan masyarakat Luwu yang bertahan hingga kini.

Namun, di balik kemajuan, muncul tantangan. Modernisasi yang kian deras dan minimnya dokumentasi budaya mengancam memudarkan memori kolektif masyarakat akan sejarah besi Luwu. Dalam konteks inilah, inisiatif Jejak Peradaban Besi Luwu (JPBL) lahir sebagai respons dari komunitas, bukan sekadar nostalgia, melainkan upaya memulihkan dan merawat akar identitas.

Jejak Peradaban di Tangan Komunitas

Program JPBL diinisiasi oleh Pompessi Luwu, komunitas pemerhati pusaka yang sejak 2014 konsisten melestarikan warisan budaya Tana Luwu. Melalui dukungan Kedatuan Luwu, pemerintah daerah, akademisi, serta mitra-mitra dunia usaha, JPBL memfokuskan diri pada dokumentasi artefak, revitalisasi tradisi serta edukasi lintas generasi.

“Program ini hadir bukan hanya sebagai festival tahunan, tapi upaya sistematis kami memulihkan memori kolektif masyarakat. Kita ingin identitas budaya Luwu terus hidup, dikenali dan diwariskan,” ujar Syaiful Amsal, Ketua Umum Pompessi Luwu kepada Bisnis, pekan lalu.

Sejak diluncurkan pada 2022, JPBL telah menjadi jembatan antara generasi muda dengan sejarah peradaban Luwu. Tak hanya menghidupkan kembali narasi kejayaan leluhur, program ini juga memanfaatkan pendekatan budaya untuk isu-isu sosial lain, seperti kesehatan berbasis lingkungan. Salah satu contohnya, program Desa dan Sekolah Bebas Jentik, yang memadukan edukasi kesehatan dengan kearifan lokal.

Momentum penguatan JPBL terlihat nyata dalam Kongres dan Pagelaran Budaya Pasitabe 2024 di Wasuponda. Tiga lembaga adat besar yakni Padoe, Karunsie dan Tambee turut hadir mempertegas misi pelestarian budaya sebagai tanggung jawab bersama.

Rangkaian kegiatan seperti parade adat, pertunjukan seni, kuliner tradisional, hingga sidang adat menjadi ruang interaksi lintas generasi. Bagi masyarakat Luwu, peristiwa ini bukan sekadar seremoni, melainkan upaya menghidupkan kembali nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun.

“Seperti apapun perubahan zaman, kita tidak boleh kehilangan identitas. Tugas kita untuk menjaga dan merawatnya secara turun-temurun. Salah satunya lewat event pameran benda pusaka seperti ini,” tegas Syaiful.

Upaya pelestarian ini mendapat sambutan luas. Peserta dan pengunjung tak hanya berasal dari Luwu Timur, tetapi juga Belopa (Kabupaten Luwu), Palopo, dan Luwu Utara. Hal ini menunjukkan bahwa minat terhadap pelestarian peradaban besi Luwu semakin menguat.

Harmoni Budaya dan Industri di Bumi Batara Guru

Foto: Bupati Luwu Timur Irwan Bachri Syam (baju putih) bersama komunitas pemerhati budaya Pompessi Luwu memperlihatkan salah satu benda pusaka peninggalan leluhur Luwu pada Pameran Pusaka 2025./Pemkab Luwu Timur.

Momentum Hari Jadi ke-22 Luwu Timur

Memasuki 2025, langkah strategis JPBL terus berlanjut melalui Pameran Pusaka 2025, bagian dari rangkaian Hari Jadi ke-22 Kabupaten Luwu Timur. Pameran ini menampilkan lebih dari 200 benda pusaka, mulai dari badik, keris, parang, tombak, hingga artefak arkeologis yang diangkat dari dasar danau. Pameran yang dihelat di Lapangan Andi Nyiwi Park Malili dibuka oleh Asisten Perekonomian Pemkab Luwu Timur Masdin pada Rabu (14/05/2025) malam. 

Bagi Pompessi Luwu, Pameran ini bukan sekedar ikut meramaikan Hari Jadi Luwu Timur. Ada pesan pelestarian nilai-nilai budaya yang akan ditransformasi pada generasi muda saat ini, agar mereka tidak kehilangan identitas paham jejak peradaban masa silam bahwa yang dipamerkan ini adalah warisan leluhur Tana Luwu yang pernah jaya harus dijaga turun temurun.

“Harapan kami, pameran ini menjadi pondasi untuk membangun Galeri Budaya Luwu secara permanen. Bukan sekadar ruang pajang artefak, tapi pusat pembelajaran dan riset budaya bagi masyarakat luas,” ujar Syaiful.

Upaya menghadirkan galeri budaya permanen ini mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan sejumlah pemangku kepentingan. Bagi Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Luwu Timur, Andi Tabacina Akhmad, pelestarian budaya menjadi kunci dalam mengembangkan sektor pariwisata yang berkelanjutan.

“Salah satu menu untuk menarik orang datang ke Luwu Timur adalah wisata budaya. Artefak bersejarah dari besi Luwu adalah keunikan yang terus kami promosikan untuk memajukan pariwisata daerah,” jelasnya.

Keberlanjutan program pelestarian budaya di Luwu Timur tak lepas dari peran aktif berbagai pihak. Kolaborasi antara komunitas, lembaga adat, pemerintah daerah, akademisi, hingga dunia usaha yang beroperasi di Luwu Timur menjadi fondasi utama.

Dewan Adat 12 Kedatuan Luwu, Andi Suriadi Opu Topasologi, menegaskan bahwa sinergi ini menjadi modal penting dalam menjaga kelestarian adat dan budaya di Luwu Raya. “Kami mengakui peran besar pemerintah daerah hingga instansi swasta. Pameran benda pusaka besi asal Luwu yang rutin dilaksanakan juga bagian kontribusi mereka dengan memberikan dukungan dana. Apalagi Pompessi tidak dapat berjalan sendiri tanpa sinergi tersebut,” tuturnya kepada Bisnis.

Selain mendukung program-program budaya, perhatian terhadap pelestarian aset heritage seperti Langkanae -rumah adat bersejarah di lingkungan Istana Kedatuan Luwu- juga menjadi bagian dari upaya kolaboratif ini. Bantuan pemeliharaan dan perawatan rutin menjadi bentuk nyata dukungan jangka panjang.

Dalam ekosistem kolaborasi ini, dunia usaha memiliki posisi strategis sebagai katalisator. Bukan semata karena keberadaan operasionalnya di wilayah tersebut, tetapi lebih karena kesadaran bahwa pelestarian budaya adalah bagian dari pembangunan sosial yang berkelanjutan.

Sebagai bagian dari grup Mining Industry Indonesia (MIND ID), PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) yang memiliki lingkup operasi di Luwu Timur, menjadi salah satu mitra yang konsisten mendukung upaya pelestarian budaya lokal. Namun, kontribusi ini ditempatkan dalam kerangka kemitraan bukan dominasi.

“Melalui kegiatan seperti Pameran Pusaka 2025 ini, mari kita jaga, lestarikan, dan kembangkan budaya yang luhur. Ini merupakan langkah konkret dalam menghargai keberagaman sosial dan budaya,” ujar Endra Kusuma, Head of External Relations PT Vale Indonesia.

Menurutnya, keterlibatan dunia usaha sebagai bentuk tanggung jawab sosial yang selaras dengan prinsip keberlanjutan. Endra menegaskan bahwa melalui kerja sama yang kuat dapat mewujudkan lingkungan sosial dan budaya yang harmonis dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.

“Kegiatan seperti ini sangat penting untuk kita dukung sebagai salah satu upaya melestarikan budaya dan membangun hubungan harmonis di masyarakat, hal ini juga sejalan dengan nilai-nilai perusahaan yakni merawat tradisi adat dan budaya,’ tuturnya.

Menuju Ekosistem Pelestarian yang Berkelanjutan

Upaya pelestarian budaya di Luwu Timur saat ini tengah memasuki fase penting. Dari sekadar agenda tahunan, gerakan ini berkembang menjadi ekosistem yang mengedepankan kolaborasi jangka panjang.

Harapannya, model sinergi seperti yang dijalankan JPBL dapat menjadi contoh bagi wilayah lain. Sebab, pelestarian budaya tak bisa dibebankan pada satu pihak. Ia menuntut kerja sama, komitmen, dan kepekaan lintas sektor dari masyarakat adat, komunitas, akademisi, pemerintah, hingga dunia usaha.

Sebaliknya, masyarakat adat juga diharapkan terus memberi dukungan kepada para pemangku kepentingan yang selama ini berkontribusi. “Ucapan terima kasih kepada semua perusahaan yang ada di tanah Luwu, yang telah membantu Kedatuan Luwu. Masyarakat adat Luwu diharapkan bisa menjaga perusahaan-perusahaan yang selalu memberikan dukungan untuk kelestarian adat Luwu,” tutur Andi Suriadi Opu Topasologi.

Dengan semangat gotong royong, warisan peradaban besi Luwu diharapkan tetap hidup, bukan hanya sebagai kenangan masa lalu, tetapi sebagai identitas yang menginspirasi generasi mendatang untuk terus berkarya di Bumi Batara Guru.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Media Digital
Editor : Media Digital
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper