Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU PDP Tak Kunjung Rampung, Pengamat: Indonesia Rawan Peretasan

Pengamanan data pribadi belum mendapatkan payung hukum yang memadai. Potensi kasus kebocoran data masih sangat besar.
Ilustrasi/Bisnis.com-sae
Ilustrasi/Bisnis.com-sae

Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Lembaga Riset Siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Dahlian Persadha memandang penting Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) agar segera rampung.

Menurutnya, di Indonesia pengamanan data pribadi belum mendapatkan payung hukum yang memadai. Potensi kasus kebocoran data di Tanah Air masih sangat besar.

Bahkan, Indonesia sendiri masih dianggap rawan peretasan karena memang kesadaran keamanan siber masih rendah.

“Belum lagi masalah kebocoran data, dan bahayanya bertambah karena sebagian besar lembaga negara di Tanah Air ini masih sangat kurang soal keamanan siber pada sistem informasinya. Lagi-lagi butuh UU PDP untuk memaksa lembaga negara maupun swasta untuk mau menerapkan keamanan siber tingkat tinggi pada sistemnya, sehingga mengurangi kemungkinan kebocoran data,” tuturnya, Rabu (6/10/2021).

Dia menyebut, hingga saat ini payung hukum yang dipakai adalah Permenkominfo No.20 tahun 2016 di mana diatur bila ada sengketa terhadap perlindungan data pribadi hukumannya hanya berupa peringatan lisan dan tertulis, penghentian sementara kegiatan PSTE (Penyelenggara Sistem Transaksi Elektronik) dan ancaman akan diumumkan ke publik lewat website.

Namun, dia meyakini ancaman hukuman semacam ini jelas tidak bisa memaksa para PSTE ini untuk menghadirkan sistem yang aman dengan teknologi terkini dan SDM terbaik dalam mengelola data masyarakat yang mereka himpun.

“Jadi aturan yang tidak tegas membuat sistem informasi di Indonesia sering menjadi bulan-bulanan. Bahkan sistem informasi milik instansi negara yang lemah sering menjadi tempat latihan bagi para script kiddies atau peretas pemula,” katanya.

Dia menilai, walaupun tahun ini RUU PDP masuk dalam prolegnas dan juga sebelumnya sudah ada kasus BPJS yang bocor sebanyak 279 juta lebih data masyarakat Indonesia, tetapi sikap pemerintah dalam menyelesaikan RUU PDP ini dirasa masih akan memperlambat progresnya rampungnya regulasi tersebut.

Pratama mengatakan, mengenai waktu pengesahan regulasi ini, semua pihak jelas mengharapkan untuk segera dirampungkan mengingat tamparan keras mengenai rentetan kasus kebocoran belakangan ini seperti kasus BPJS, eHAC dan BRI Life.

“Tentu kita tidak ingin kejadian ini berulang, karena itu UU PDP sangat diperlukan kehadirannya, asalkan mempunyai pasal yang benar-benar kuat dan bertujuan mengamankan data masyarakat,” kata Pratama.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper