Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyampaikan integrasi berbagai lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) akan memberikan kekuatan baru untuk meningkatkan aktivitas riset keantariksaan di Indonesia.
Penyebabnya, dia menyebutkan bidang keantariksaan ini merupakan bidang yang berbiaya tinggi sehingga butuh kolaborasi antarlembaga.
“Untungnya saat ini telah banyak aspek komersial yang memanfaatkan hasil riset antariksa seperti mendukung sektor telekomunikasi, remote sensing, dan lain sebagainya,” ujarnya dalam diskusi virtual, Rabu (15/9/2021).
Lebih lanjut, dia menjelaskan riset keantariksaan ini memiliki potensi kontribusi ekonomi yang cukup tinggi, sehingga BRIN memiliki peluang untuk mendorong perkembangan keantariksaan di Indonesia itu ke level yang jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
Sekadar informasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset (OR) Penerbangan dan Antariksa bekerja sama dengan Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI menyelenggarakan Seminar Nasional Kebijakan Penerbangan dan Antariksa (SINAS KPA) VI selama dua hari, yaitu 15—16 September 2021.
Mengusung tema Diplomasi Keantariksaan sebagai Instrumen Mencapai Pembangunan Indonesia yang Berkelanjutan, seminar ini bertujuan untuk menggali masukan dan mendiseminasikan penelitian kebijakan terkait keantariksaan.
Dia melanjutkan, karena berbiaya tinggi, riset keantariksaan tidak bisa hanya bertumpu pada pembiayaan berbasis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Oleh sebab itu, dia menilai perlu dilakukan pembiayaan tambahan dengan menjalin kerja sama dengan mitra-mitra potensial yang telah menaruh minat kerja sama seperti terkait dengan Bandar Antariksa Biak dan Observatorium Nasional Timau.
Handoko menambahkan, dalam konteks keantariksaan Indonesia harus mampu memanfaatkan keunggulan lokal kita, seperti lokasi geografis yang berada di khatulistiwa yang tidak banyak negara lain memiliki hal tersebut.
Selain itu, juga bagaimana memanfaatkan potensi pasar lokal kita seperti kebutuhan akan komunikasi berbasis satelit dan remote sensing apalagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal-hal tersebut yang harus menjadi pertimbangan dalam membuat regulasi turunan dari Undang-undang Nomor 21 Tahun 2013.
Wakil Rektor 3 Bidang Inovasi dan Riset, Nurtami turut menyampaikan kolaborasi dengan komunitas penerbangan dan antariksa lintas negara amatlah penting.
Hal ini dikarenakan selain untuk mengejar ketertinggalan teknologi, Indonesia juga harus mampu untuk berbicara dalam komunitas tersebut, melakukan diplomasi, sehingga segala riset, inovasi dan kebijakan kita memiliki dampak yang bersifat global, salah satunya adalah dengan melalui diselenggarakannya kegiatan seperti seminar nasional KPA.
Plt Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (OR LAPAN) Erna Sri Adiningsih menyebutkan, dengan ada dinamika saat ini sangat diperlukan kebijakan keantariksaan yang komprehensif.
Menurutnya, kebijakan ini harus mampu untuk membangun ekosistem nasional dan internasional dengan melibatkan modalities dan kemampuan teknis untuk manfaat riil bagi ekonomi nasional dan kiprah global.
Erna berharap dengan integrasi ke dalam BRIN, kedepan kegiatan semacam ini dapat dilaksanakan dalam skala yang lebih besar sehingga dapat dihasilkan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan kebijakan BRIN secara keseluruhan serta menyesuaikan dinamika penerbangan dan antariksa tidak hanya di Indonesia, tapi hingga Asia Tenggara, bahkan hingga Asia Pasifik.