Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai propaganda positif melalui tayangan televisi sebagai politik pengemasan kultural yang sudah pasti dimiliki oleh setiap negara dalam upaya menyosialisasikan budaya yang dimiliki.
Ketua KPI Agung Suprio mengatakan propaganda kultural seperti itu tidak terjadi dalam konteks perang psikologis antarnegara ataupun konotasi negatif lainnya.
"Namun, hal itu hanya sebagai cara negara lain menyosialisasikan budaya suatu negara ke luar. Salah satunya melalui siaran Upin Ipin. Ini adalah politik pengemasan. Jadi, bukan dalam konteks psywar," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (10/9/2021).
Tidak hanya Malaysia dengan Upin Ipin, sambungnya, Korea Selatan pun juga melakukan hal yang sama di Tanah Air. Drama-drama Korea Selatan yang marak pun dinilai berperan sebagai public relationship Negeri Ginseng di Indonesia.
Berdasarkan regulasi, KPI mewajibkan porsi antara konten lokal dan asing di dalam negeri masing-masing 60-40 persen. Kendatipun persentase tersebut bersifat fleksibel, maksimal pangsa konten asing di Indonesia adalah 40 persen.
KPI mengharapkan konten kreator lokal mampu memperbanyak jumlah produk agar mampu bersaing dengan konten-konten asing sehingga secara kuantitas dan kualitas pangsa tayangan lokal bisa lebih mendominasi ke depannya.
Perubahan karakteristik penonton Tanah Air dinilai menjadi tantangan dalam memajukan konten lokal. Agung mengatakan saat ini siaran-siaran di televisi didominasi oleh penimat dari kalangan ibu-ibu.
Sementara anak-anak muda cenderung menikmati siaran menggunakan layanan streaming melalui gadget.
"Ini menjadi problem. Misalnya, ada TV yang memproduksi siaran bagus untuk anak muda, tapi harus kalah karena ratingnya kecil seiring dengan karakteristik penonton dari generasi muda berubah," jelas Agung.
Ke depannya, TV dinilai harus bekerja keras karena persaingan saat ini bukan hanya antarstasiun televisi, melainkan media-media baru. Dengan demikian, kata Agung, televisi harus mampu memproduksi konten yang berkualitas.
"Apakah TV lokal bisa berikan tontonan yang sama menariknya dengan TV streaming? Ini saya kira yang harus diantisipasi oleh pelaku industri televisi. Namun, memang harus disadari bahwa porsi kuenya sekarang sudah berkurang," kata Agung.
Sebelumnya, dalam tayangan Podcast di kanal Youtube Deddy Corbuzier, Agung Suprio membahas soal tayangan kartun di televisi Indonesia, termasuk kartun Upin dan Ipin.
"Upin dan Ipin saja katanya dari Indonesia yang buat itu. Upin dan Ipin itu disubsidi oleh Pemerintah Malaysia. [Upin dan Ipin] propaganda pada akhirnya. Kita harus bicara strategi kebudayaan dalam pengertian luas pada akhirnya," ujarnya.
Pernyataan itu mencuat saat Agung Suprio ditanyakan mengenai alasan tayangan televisi saat ini lebih banyak menayangkan sinetron ketimbang kartun anak-anak. Dia pun menjawab bahwa tayangan kartun anak-anak sebenarnya banyak, tetapi kebanyakan buatan dari luar negeri.
"Saya pernah diskusi sama TV, kenapa kok jarang tayangin kartun Indonesia. Tayangan kartunnya banyak, tapi buatan luar negeri. Tidak bisa KPI memaksa KPI di jam tayang anak untuk produksi kartun, karena mereka bilang biaya produksinya mahal sehingga mereka lebih pilih beli kartun gelondongan dari luar," ujarnya.