Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Syarief Hasan menilai pembentukan Satuan Tugas Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) merupakan sebuah langkah penting.
Namun, dia menegaskan bahwa pembentukan Satgas tersebut tidak cukup. Pemerintah diminta transpara dan akuntabel dalam melakukan penanganan dan pemulihan hak negara.
"Ini harus menjadi catatan, bahwa pembentukan Satgas saja tidak cukup. Pemerintah mesti transparan dan akuntabel dalam melakukan penanganan dan pemulihan hak negara atas sejumlah dana yang berhasil dikembalikan dan aset yang disita, haruslah sebanding nilainya dengan jumlah dana yang dikeluarkan negara,” tegasnya, dalam keterangan resmi yang dilansir laman MPR, Senin (30/8/2021).
Seperti diketahui, Satgas BLBI dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 6/2021. Pasal 1 Keppres itu mengamanatkan pembentukan Satgas BLBI adalah dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti.
Satgas ini merupakan lembaga baru yang dibentuk khusus menangani skandal BLBI setelah pada tahun 1998 silam, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
“Skandal BLBI pernah menjadi salah satu kerugian negara terbesar dan kasusnya juga masih berlarut-larut sejak pengucuran dana bantuan tahun 1997/1998 silam. Dana yang dikembalikan juga masih sangat minim. Ini tentu menjadi piutang negara yang harusnya dapat digunakan untuk dana pembangunan. Namun yang penting menjadi catatan, jangan sampai pembentukan Satgas ini minim keberhasilan. Bukannya dana negara yang kembali, tetapi negara mesti membayar gaji dan upah pegawainya,” ungkap Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini.
Baca Juga
Lebih lanjut politisi senior Partai Demokrat ini mengapresiasi penyitaan aset berupa 49 bidang tanah yang tersebar di berbagai kota, yang nilainya ditaksir mencapai Rp1,3 triliun. Ini adalah kemajuan yang baik.
Namun, Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini menilai langkah itu belum bisa dikatakan berhasil. Uang negara yang mesti dikembalikan setidaknya sebesar Rp110 triliun dari 22 obligor yang tidak membayar utangnya.
Selain itu, pemerintah mesti lebih tegas, tidak pandang bulu, sekaligus berhati-hati dalam menyikapi skandal ini. “Jangan sampai pemerintah mengulangi kesalahan yang sama, yakni mengobral Surat Keterangan Lunas [SKL] yang berakibat negara merugi triliunan rupiah seperti yang pernah terjadi beberapa tahun silam."
Sebagaimana diketahui, skandal BLBI telah melahirkan sejumlah skandal baru. Pada tahun 2017, KPK menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Temenggung sebagai tersangka penerbitan SKL yang menghilangkan hak tagih negara sebesar Rp4,58 triliun.