Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos Tambang Batu Bara Samin Tan Jalani Sidang Tuntutan Hari Ini

Samin diduga telah menyuap mantan Anggota DPR Eni Maulani Saragih sebesar Rp5 miliar. Peran anggota DPR Melchias Marcus Mekeng dan Menteri ESDM era 2016-2019, Ignasius Jonan disebut oleh jaksa.
Samin Tan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) KPK sejak 17 April 2020. BISNIS.COM
Samin Tan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) KPK sejak 17 April 2020. BISNIS.COM

Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menuntut Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (PT BLEM) Samin Tan dalam sidang yang rencananya digelar pada hari ini, Senin (16//8/2021).

Samin Tan adalah terdakwa kasus suap. Dia diduga telah menyuap mantan Anggota DPR Eni Maulani Saragih sebesar Rp5 miliar. Peran anggota DPR Melchias Marcus Mekeng dan Menteri ESDM era 2016-2019, Ignasius Jonan disebut oleh jaksa.

Adapun Jaksa KPK Ronald Worotikan mengatakan suap diberikan agar Eni mau membantu permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi 3 antara PT Asmin Kolaindo Tuhup (AKT) dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Kalimantan Tengah.

“Terdakwa Samin Tan selaku pemilik BLEM yang bergerak di bidang jasa pertambangan batu bara dan memiliki anak perusahaan yaitu PT AKT, telah memberi uang sejumlah Rp5 miliar kepada Eni Maulani Saragih selaku Anggota Komisi VII DPR periode 2014—2019,” kata Jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, belum lama ini.

PT AKT memiliki PKP2B dengan Kementerian ESDM yang memberikan hak bagi untuk melakukan kegiatan pertambangan di lahan seluas sekitar 40.000 hektare.

Namun, sejak 19 Oktober 2017 diterbitkan Surat Keputusan Menteri ESDM mengenai pengakhiran (terminasi) PKP2B tersebut sehingga tidak bisa lagi menambang dan menjual batu baranya.

Alasan terminasi yakni PT AKT dianggap melakukan pelanggaran berupa menjaminkan PKP2B pada 2012 kepada Bank Standard Chartered Cabang Singapura terkait pinjaman PT BLEM sejumlah US$1 miliar.

Atas terminasi tersebut, PT AKT mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan dikabulkan, tetapi Kementerian ESDM melakukan banding.

Putusan PTUN tingkat banding mengabulkan permohonan Kementerian ESDM. Lalu, PT AKT melakukan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan putusan kasasi menolak permohonan PT AKT.

Pada awal 2018, saat proses persidangan di PTUN Jakarta, terdakwa menemui anggota DPR RI Fraksi Golkar Melchias Marcus untuk meminta bantuan agar terminasi PKP2B PT AKT dapat ditinjau kembali oleh Kementerian ESDM.

Marcus Mekeng mengenalkan terdakwa dengan Eni Maulani Saragih selaku Anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi energi serta memiliki mitra kerja di antaranya Kementerian ESDM.

“Dalam pertemuan itu, terdakwa meminta bantuan terkait permasalahan PKP2B PT AKT kepada Eni Maulani Saragih,” kata jaksa Ronald.

Pada Februari 2018, setelah diterbitkannya putusan sela, Samin Tan menemui Eni di Hotel Fairmont, Jakarta. Eni menjelaskan kepada terdakwa bahwa dia telah membahas permasalahan PKP2B PT AKT dengan Ignasius Jonan di mana Jonan menyarankan agar proses gugatan di PTUN tetap dilanjutkan dan berjanji jika gugatan PT AKT dikabulkan oleh PTUN Jakarta (tingkat pertama), Jonan akan memberikan rekomendasi yang diperlukan.

Pada 5 April 2018, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan PT AKT dan membatalkan SK Terminasi Menteri ESDM sehingga Samin Tan bersama Eni dan Marcus Mekeng menemui Jonan di Gedung Kementerian ESDM.

Pada pertemuan tersebut, Jonan didampingi Dirjen Minerba Bambang Gatot menyampaikan dirinya tidak pernah berjanji sebagaimana penyampaian Eni Maulani kepada Samin Tan.

“Atas hal tersebut, terdakwa bertanya apa lagi yang dibutuhkan oleh Ignasius Jonan, agar yakin PKP2B PT AKT tidak pernah dijaminkan. Atas penyampaian terdakwa, Ignasius Jonan meminta terdakwa untuk menyerahkan surat pernyataan dari Bank Standard Chartered yang menyatakan bahwa PT AKT tidak menjaminkan PKP2B PT AKT, kepada Dirjen Minerba,” kata jaksa.

Pada Mei 2018, Bank Standard Chartered Cabang Singapura menerbitkan surat yang ditujukan kepada Menteri ESDM melalui PT AKT. Surat asli disampaikan kepada Jonan, sedangkan salinannya disampaikan kepada Bambang.

Namun, Jonan tidak meyakini surat pernyataan tersebut benar dibuat oleh Bank Standard Chartered Cabang Singapura. Bank Standard Chartered Cabang Indonesia kemudian menerbitkan surat tambahan yang menyatakan bahwa surat pernyataan itu asli.

Walaupun pembuktian keaslian surat pernyataan sudah dipenuhi, Kementerian ESDM ternyata tidak langsung memproses hak, izin serta rekomendasi untuk PT AKT. Kementerian ESDM menunggu instruksi Jonan.

Eni Saragih kemudian memberitahu terdakwa bahwa dirinya telah membicarakan hal tersebut dengan Ignasius Jonan. Jonan menginformasikan Kementerian ESDM akan meminta pendapat hukum (legal opinion)dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung.

Atas bantuan tersebut, Eni lalu meminta sejumlah uang kepada Samin Tan.

Tenaga ahli Eni bernama Tahta Maharaya lalu bertemu dengan Neni Afwani dan Indri Savanti Purnamasari, dan Neni menyampaikan menyampaikan uang yang akan diberikan kepada Eni adalah “one point two dari lima”.

Penyerahan uang dilakukan di parkiran Plaza Senayan oleh Indri Savanti, yaitu uang sebesar Rp1,2 miliar dalam tas jinjing kepada Tahta Maharaya. Tas itu lalu diserahkan kepada Eni pada sore harinya di rumah Eni.

Pemberian kedua dilakukan pada 17 Mei 2018 di lantai 5 Gedung Menara Merdeka Jakarta. Indri disaksikan Neni memberikan dua tas jinjing olahraga kepada Tahta berisi uang sejumlah Rp2,8 miliar.

Setelah menerima uang total Rp4 miliar itu, maka pada 2 Juni 2018, Eni mengirim pesan WhatsApp kepada Samin Tan meminta tambahan uang untuk kepentingan suami Eni terkait Pilkada Kabupaten Temanggung.

Atas perbuatannya, Samin Tan diancam pidana dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dapat dipidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda minimal Rp50 juta maksimal Rp250 juta.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper