Bisnis.com, JAKARTA - Kampanye menggunakan baliho dinilai masih menjadi cara yang ampuh untuk mendongkrak popularitas tokoh politik di tengah perkembangan teknologi digital.
Seperti diketahui, belakangan ini baliho kampanye sejumlah tokoh politik sudah bertebaran dimana-mana. Baliho Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Puan Maharani dan Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto terlihat mendominasi dibandingkan dengan baliho tokoh politik lainnya.
Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti mengatakan pemasangan baliho dinilai masih menjadi kampanye yang efektif untuk mendongkrak popularitas tokoh politik jelang Pemilu atau Pilkada. Karena tak bisa dipungkiri, masih ada segmen pemilih yang bisa dipengaruhi lewat cara-cara kampanye konvensional.
“Berpengaruh ke popularitas karena masih ada segmen pemilih yang tidak aktif menggunakan internet. Tidak terlalu aware dengan kinerja tokoh tertentu yang akan mencalonkan diri. Nanti ujung-ujungnya juga dari kampanye baliho atau selebaran, berlanjut ke bantuan sosial dan politik uang, Masih sama [seperti dahulu],” katanya kepada Bisnis, Jumat (13/8/2021).
Walaupun demikian, apa yang mereka lakukan menurut Ray adalah hal yang tidak patut, khususnya bagi tokoh politik yang saat ini masih berkecimpung di dalam pemerintahan. Karena hal tersebut mencerminkan tidak adanya empati dan makin menegaskan bahwa suara rakyat tidak didengar.
“Betapa miskinnya rasa empati mereka, seperti tidak terkoneksi dengan rakyat. Rakyat minta apa dikasihnya apa. Rakyat seakan jadi tontonan saja. Ini tentunya bukan hal yang baik bagi elektabilitas mereka,” tuturnya.
Lebih lanjut, sorotan hingga kecaman yang datang bertubi-tubi tidak akan menghentikan kampanye tokoh politik menggunakan baliho. Bahkan, dia khawatir seiring berjalannya waktu dan berakhirnya pandemi Covid-19 popularitas dan elektabilitas dari tokoh politik yang getol berkampanye dengan baliho justru meningkat.
“Malah nanti yang dikenal masyarakat selama ini berkinerja baik jadi kalah populer dan dipilih, ini yang dikhawatirkan,” tutupnya.
Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya, kampanye melalui baliho berpotensi menjadi bumerang bagi tokoh politik yang melakukannya. Alih-alih membangun citra positif atau meningkatkan elektabilitas, dampak dari pemasangan baliho itu justru sebaliknya.
"Bukan tidak mungkin jika semakin masif baliho akan semakin meningkatkan tingkat pengenalan hingga 60 persen, tapi ketika dikaitkan dengan elektabilitas, kecenderungannya bukan tak mungkin berkorelasi negatif," katanya, Kamis (12/8/2021).
Hal tersebut tentunya tak terlepas dari kondisi saat ini. Apa yang mereka lakukan dinilai tak elok lantaran menghambur-hamburkan uang di tengah krisis yang dialami masyarakat Indonesia akibat pandemi Covid-19.
Lebih Lanjut, Yunarto mengungkapkan bahwa masifnya pemasangan baliho tidak berkorelasi dengan peningkatan tingkat elektabilitas tokoh politik. Pemasangan baliho juga dinilai tidak efektif karena jangkauannya terbatas, hanya menjangkau masyarakat yang ada di kota-kota besar.
“Kita melihat dua sosok nama yang cukup masif dan sedang dibahas karena banyak billboard-nya dan balihonya dan bisa dikatakan tokoh utama partai dan pemilik partai. Ternyata ketika diuji di 10 nama berada di peringkat terbawah," ungkapnya.