Bisnis.com, JAKARTA - Umat Islam kembali merayakan Tahun Baru Hijriah 1443 H. Secara bahasa, hijrah bermakna pindah dari sesuatu ke sesuatu yang lain atau menjauhi sesuatu.
Ismail Raji al-Faruqi, dalam Tauhid: Its Interpretation for Thought and Life, mengatakan bahwa hijrah merupakan suatu langkah dalam upaya mengubah dunia dan mengarahkan sejarah ke arah baru.
Setidaknya, ada lima hijrah atau reformasi yang dilakukan oleh Nabi SAW ketika itu. Pertama, dalam sistem kepercayaan, didengungkan paham monoteisme (tauhid) sebagai pendobrak paham animisme (mulhid) dan politeisme (musyrik).
Kedua, merombak struktur sosial yang timpang, tiran, dan berorientasi kasta, ke arah struktur sosial yang egalitarian. Ketiga, sistem ekonomi monopolistik dan kapitalistik yang menumbuhkan kaum feodal sebagai kelas yang berkuasa, diganti dengan sistem ekonomi distributif (kerakyatan).
Keempat, sistem pergaulan antarjenis (free sex) yang hedonistik dan cenderung memberikan nikmat sementara, serta mengikis habis habitat manusia, diarahkan menuju sistem famili (regulated sex). Kelima, sistem kekuasaan yang otoriter, absolut, dan korup diganti dengan sistem pemerintahan yang transparan dan demokratis.
Dengan demikian, migrasi Nabi SAW dari Makkah ke Madinah itu bukan sebatas mencari ‘suaka politik’, lebih dari itu merupakan simbol yang menyiratkan harapan pada perubahan dari kondisi buruk kepada kondisi baik. Dalam kontek saat ini, semangat untuk perubahan tadi penting tidak hanya ditanamkan dalam pikiran, tetapi juga dalam aksi-aksi nyata.
Korupsi, misalnya, merupakan problem besar yang hingga kini terus coba diberantas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, semakin gencar upaya ini, semakin keras juga perlawanan baliknya, dan semakin tidak jera atau takut para koruptor melakukan aksinya. Juga semakin banyak pihak yang ingin melemahkan bahkan menghancurkan KPK.
Problem besar lainnya adalah wabah pandemi Covid-19 yang hingga kini masih terus menggila. Hingga tulisan ini dibuat, total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 3.462.800 sejak pertama terkonfirmasi pada 2 Maret 2020 silam, sembuh sebanyak 2.842.345, dan meninggal 97.291 orang.
Korupsi di negeri ini masih marak. Ini misalnya tampak dari banyaknya operasi tangkap tangan oleh KPK. Kasus korupsi yang menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Menteri Sosial Juliari Batubara dan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, adalah contoh teranyar yang melengkapi deretan kasus-kasus megakorupsi sebelumnya, seperti kasus PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri, korupsi E-KTP, dan Hambalang.
Hasrat Manusia
Menurut agama, korupsi sesungguhnya berakar dari hasrat manusia yang tidak pernah puas dengan apa yang telah dimiliki. Dalam istilah Nabi, mereka itu seperti orang yang makan tetapi tidak pernah kenyang. Jika mereka diberi satu lembah berisi emas, mereka akan meminta lembah lain berisi emas juga. Inilah hasrat korupsi yang terus-menerus terproduksi, bagian dari budaya konsumerisme.
Budaya korupsi sebagai extra ordinary crime yang lahir antara lain karena hasrat konsumerisme, terutama konsumsi harta (modal/kapital) dan kekuasaan (politik), dalam perspektif teologis, adalah sebuah dosa besar.
Hijrah menjadi momentum peringatan sekaligus penegasan kepada semua orang terutama para pemimpin dan pejabat negara yang tengah diberi amanat kekuasaan oleh rakyatnya (eksekutif, legislatif, yudikatif), untuk berjihad, memerangi hasrat korupsi, dan berhijrah meninggalkan korupsi dalam bentuk apa pun dan sekecil apa pun.
Lebih dari itu, mendukung upaya pemberantasan korupsi oleh KPK. KPK perlu diperkuat, bukan diperlemah apalagi diamputasi.
Memperingati Tahun Baru Hijriah di era pandemi mengharus kita untuk menyatukan barisan dan sama-sama berhijrah, untuk melewati situasi berat dan penuh ujian yang belum jelas kapan berakhirnya. Keharusan untuk sama-sama hijrah dari kebiasaan dan kelaziman lama menjadi kebiasaan baru (new normal).
Aktualisasinya, misalnya, di dunia pendidikan, guru dan dosen yang terbiasa dengan kelas tatap muka, mau tak mau harus berhijrah dengan metode pengajaran daring. Tidak terhitung banyaknya adaptasi yang dibutuhkan.
Dari sisi keluarga, orang tua harus hijrah menjadi pengawas anak yang sedang menyelesaikan tugas akademis. Kalau dulu, sebagian ibu bisa menemani anak di sekolah sambil mengobrol dengan ibu-ibu lain, kini harus menemani anak bermain, belajar, termasuk tetap awas saat anaknya belajar.
Di dunia kerja, para atasan harus membuat prioritas. Memilih pekerjaan mana yang membutuhkan kehadiran pegawai (work from office) dan mana yang bisa dilakukan dari rumah (work from home). Masih banyak lagi bentuk hijrah yang ‘terpaksa’ harus kita lakukan di tengah pandemi ini.
Berperilaku hidup bersih dan sehat sesuai protokol kesehatan dengan selalu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilisasi dan interaksi, juga merupakan bentuk hijrah dari kebiasaan lama menuju kebiasaan baru.
Tahun Baru Hijriah kali ini semestinya memberi momentum untuk menghijrahkan bangsa ini dari segala praktik korupsi dan wabah pandemi. Selamat Tahun Baru 1 Muharam 1443 H.