Bisnis.com, JAKARTA - Sudah hampir enam bulan mantan narapidana kasus korupsi Emir Moeis menjabat sebagai komisaris PT Pupuk Iskandar Muda (PT PIM). Namun, sejak 18 Februari 2021 dia belum juga menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Padahal, sebagai komisaris di anak usaha BUMN, sudah jadi kewajiban Emir untuk melapor harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di laman resmi elhkpn.kpk.go.id, Emir terakhir kali menyerahkan LHKPN hampir 11 tahun lalu, saat dirinya masih menjabat sebagai Anggota DPR RI.
Berdasarkan LHKPN Emir tahun 2010, saat itu Emir memiliki harta kekayaan Rp9,8 miliar dan US$155 ribu.
Perinciannya, harta kekayaannya terdiri dari harta tak bergerak berupa empat tanah dan bangunan senilai Rp6,09 miliar.
Dia juga memiliki satu buah alat transportasi berupa mobil seharga Rp480 juta. Tercatat juga, Emir memiliki harta bergerak lainnya sejumlah Rp800 juta, surat berharga Rp240 juta, giro setara kas sejumlah US$155 ribu atau Rp2,25 miliar.
KPK pun mengingatkan Emir untuk segera menyerahkan laporan harta kekayaannya. Pasalnya, posisi Emir Moeis sebagai komisaris anak usaha BUMN merupakan jabatan publik.
Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan sebagai komisaris Emir terikat dengan kewajiban LHKPN.
"Setelah diangkat dalam jabatan publik, maka terikat kewajiban untuk menyampaikan kembali LHKPN-nya kepada KPK. Hal ini juga diperkuat dalam aturan internal PT Pupuk Indonesia (Persero) yang mewajibkan para pejabat di lingkungannya beserta anak perusahaannya untuk melaporkan harta kekayaan. Kami mengimbau agar memenuhi kewajiban tersebut," kata Ipi.
Ipi mengatakan pejabat publik, termasuk komisaris di perusahaan negara sepatutnya menjadi teladan. Dengan demikian, yang mengisi jabatan publik seharusnya merupakan figur yang antikorupsi dan memiliki rekam jejak yang baik.
"Tidak hanya persoalan etis dan kepantasan, tapi saya kira ini juga sejalan dengan semangat bangsa ini untuk memerangi korupsi," ujarnya.