Bisnis.com, JAKARTA - Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menginformasikan bahwa peraih hadiah Nobel bidang Kedokteran dan Fisiologi asal Prancis, Luc Montagnier tidak pernah menyatakan bahwa orang yang divaksinasi akan mati dalam dua tahun.
Melalui laman resminya, Satgas Penanganan Covid-19 memastikan hal itu setelah beredar misinformasi melalui aplikasi pesan instan dan menyatakan sebaliknya.
Dalam pesan yang beredar, narasi misinformasi itu diberi judul, Nobel Prize winner: Mass COVID vaccination an ‘unacceptable mistake’ dengan menautkan sumber www.lifesitenews.com.
"BREAKING NEWS: Semua orang yang divaksinasi akan mati dalam 2 tahun," demikian subjudul informasi tersebut.
Narasi misinformasi itu meyatakan pemenang hadiah Nobel Luc Montagnier telah mengonfirmasikan bahwa tidak ada kesempatan untuk bertahan hidup bagi orang-orang yang telah menerima segala bentuk vaksin.
Ahli virologi top dunia itu diklaim menyatakan hal itu dalam sebuah sesi wawancara. “Tidak ada harapan, dan tidak ada pengobatan yang mungkin bagi mereka yang telah divaksinasi. Kita harus siap untuk membakar mayat,” demikian bunyi petikan wawancara dari kabar tak benar itu.
Baca Juga
Para peneliti pun disebut mendukung klaim ahli virologi terkemuka lainnya setelah mempelajari konstituen vaksin. “Mereka semua akan mati karena peningkatan yang bergantung pada antibodi. Tidak ada lagi yang bisa dikatakan,” begitu narasi tambahannya.
Informasi Tak Valid
Namun, berdasarkan penelusuran, tidak ada penyataan dari ahli virologi dan peraih hadiah Nobel bidang Kedokteran dan Fisiologi asal Prancis, Luc Montagnier, dalam berita yang dilampirkan pada pesan WhatsApp tersebut.
“Kedua, Mogtagnier tidak mengatakan bahwa setiap orang yang menerima vaksin eksperimental Covid-19 akan “mati semuanya” dalam dua tahun. Kutipan itu secara keliru dikaitkan dengannya dalam meme berita palsu yang telah beredar secara luas,” ungkap Celeste McGovern, penulis berita yang terbit pada 19 Mei 2021 itu, seperti dilansir Satgas Penanganan Covid-19.
Di sisi lain, dalam berita tersebut juga, Montagnier menyatakan vaksinasi massal melawan Covid-19 menyebabkan terciptanya varian virus berbahaya yang mendorong kepada kematian.
Namun, pernyataan tersebut telah dibantah oleh seorang profesor biokimia yang memimpin upaya pengurutan varian SARS CoV-2 di West Virginia, AS bernama Peter Stoilov, PhD.
Mengutip healthline, dia menyatakan bahwa mutasi yang menentukan menentukan varian SARS-CoV-2 saat ini muncul sebelum vaksin dibuat atau tersedia secara luas.
“Kami tidak melihat apa-apa tentang itu. Faktanya, kami melihat yang sebaliknya. Di tempat-tempat dengan tingkat vaksinasi tinggi, jumlah kasus dan kematian menurun; keragaman virus terbatas pada beberapa (satu sampai tiga) varian; dan, sejauh ini, tidak ada varian baru yang muncul di antara populasi yang divaksinasi,” ujar Stoilov dalam artikel berjudul No, COVID-19 Vaccines Do Not Cause New Coronavirus Variants (2/6/2021).
#ingatpesanibu #sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua