Bisnis.com, JAKARTA -- Sidang perdana permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU terhadap emiten penerbangan, PT Garuda Indonesia (Persero) TBK akan berlangsung pada Selasa (27/7/2021).
Manajemen Garuda dalam siaran resminya mengatakan bahwa perseroan telah menerima panggilan sidang melalui kurir jasa pengiriman dalam perkara permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Nomor: 289/Pdt.Sus/PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst (Surat Relaas Sidang).
Berdasarkan surat panggilan sidang tersebut diketahui terdapat permohonan PKPU dari PT My Indo Airlines (MYIA) sebagai pemohon PKPU kepada perseroan sebagai termohon PKPU.
"Adapun sidang pertama telah dijadwalkan pada Selasa, 27 Juli 2021 di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," demikian penjelasan perseroan dikutip, Senin (19/7/2021).
Selain itu, perseroan juga akan menyampaikan laporan informasi atau fakta material terkait dengan PKPU sesuai batas waktu yang ditentukan oleh peraturan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 31/POJK.04/2015 tentang Keterbukaan Informasi atau Fakta Material oleh Emiten atau Perusahaan Publik.
Di sisi lain , GIAA juga tengah menyusun strategi untuk menyelesaikan persoalan utangnya. Seperti diketahui, perseoran mencatatkan kerugian US$2,5 miliar sepanjang 2020. Sejumlah agenda disiapkan agar perseroan dapat keluar dari ambang kepailitan.
Baca Juga
Pada tahun 2020, Garuda mengalami kerugian sebesar US$2,5 miliar dan pada 31 Desember 2020, liabilitas jangka pendek melebihi aset lancarnya sejumlah US$3,8 miliar dan mengalami defisiensi ekuitas sebesar US$1,9 miliar.
"Pandemi Covid-19, diikuti dengan pembatasan perjalanan, telah menyebabkan penurunan perjalanan udara yang signifikan, dan memiliki dampak buruk pada operasi dan likuiditas Grup," ungkap laporan keuangan perseroan, dikutip Minggu (18/7/2021).
Garuda Indonesia pun melakukan sejumlah langkah untuk mengurai tekanan likuiditas dan meningkatkan posisi keuangan grup, meliputi:
- Melakukan negosiasi kepada kreditur agar Grup mendapatkan relaksasi pembayaran hutang.
- Melakukan negosiasi dengan lessor untuk mendapatkan skema yang lebih baik bagi operasional Grup, termasuk namun tidak terbatas pada pengurangan pembayaran sewa bulanan dan dana cadangan pemeliharaan, dan merubah ke pengaturan power by the hour.
- Melakukan rasionalisasi positif jumlah karyawan sesuai dengan rencana jangka panjang Perusahaan.
- Mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang di Pemerintah untuk pencairan sisa dana fasilitas Obligasi Wajib Konversi.
- Memohon kepada instansi yang berwenang di Pemerintah agar Grup mendapatkan relaksasi pembayaran kewajiban perpajakannya.
- Memohon dukungan keuangan dan persetujuan dari instansi yang berwenang di Pemerintah agar Grup dapat menjalankan restrukturisasi keuangan dan operasinya Grup.