Bisnis.com, JAKARTA - Selain soal virus Covid-19, perlawanan terhadap China yang belakangan meluas juga mengenai isu hak asasi manusia di Xinjiang, wilayah sebelah Barat di China dengan mayoritas penduduk muslim.
Beijing dituding mendirikan kamp-kamp kerja paksa bagi penduduk Xinjiang, meski telah berulang kali dibantah.
Zang Liang, Wakil Kepala Bidang Politik, Kedutaan Besar China untuk Indonesia mengatakan isu Xinjiang yang banyak diangkat terutama oleh negara G7 bukanlah masalah HAM. Dia menyebut hal itu sebagai upaya campur tangan negara lain untuk mempengaruhi stabilitas China.
"Isu Xinjiang sama sekali bukanlah masalah hak asasi manusia, etnik, atau agama, melainkan masalah melawan separatisme, terorisme, dan intervensi luar," katanya dalam keterangan pers secara daring, Kamis (15/7/2021).
Mengutip data pertumbuhan produk domestik bruto wilayah itu, dia menyebutkan Xinjiang telah menikmati stabilitas sosial dan ekonomi. Sejak 2014 hingga 2019, lanjutnya, PDB Xinjiang rata-rata bertumbah 7,2 persen per tahun dan pendapatan pribadi yang siap dibelanjakan oleh penduduk Xinjiang bertumbuh rata-rata 9,1 persen per tahun.
Sebanyak 3,089 juta penduduk yang pernah hidup di bawah garis kemiskinan telah lepas dari kemiskinan secara menyeluruh. "Mereka [negara-negara G7] merekayasa rumor bohong terkait Xinjiang, dengan tujuan merusak keamanan dan stabilitas China dan menghambat kemajuan China," ujarnya.
Gejolak politik ini diketahui juga telah mempengaruhi kinerja peritel global yang menjadikan China sebagai pasar utamanya. Sikap para peritel terhadap isu Xinjiang telah memicu gerakan beralih ke produk lokal dari penduduk China.