Bisnis.com, JAKARTA - Khatib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf melawat ke Amerika Serikat. Agenda lawannya adalah untuk menghadiri sejumlah acara salah satunya terkait dengan isu perdamaian dunia.
Selama lima hari di AS, Gus Yahya, sapaan akrab Katib Aam PBNU, akan mengikuti lima agenda utama.
Katib Aam PBNU diminta terlibat dalam pembicaraan menyangkut agenda IF20 (Inter Faith 20), yaitu agenda sandingan dalam KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) G20, yang akan digelar September mendatang di Bologna, Italia.
Sebagai wakil dari Gerakan Global Islam untuk Kemanusiaan (Humanitarian Islam), Katib Aam akan menggelar KTT bersama Komunitas Masjid Muhammad atau dikenal juga sebagai The Nation’s Mosque, yaitu komunitas Muslim Afro-Amerika yang nenek-moyang mereka diperbudak di Amerika sekian abad yang lalu.
"Selain itu, mengikuti WEA (World Evangelical Alliance), organisasi Evangelis Internasional dengan pengikut lebih dari 600 juta orang di 140 negara," kata Gus Yahya.
Selanjutnya, Katib Aam PBNU akan mengikuti KTT IRF (International Religious Freedom Summit) selama tiga hari dan menyampaikan pidato pada salah satu plenonya dengan topik “The Rising Tide of Religious Nationalism” (Pasang Naik Nasionalisme Religius).
Di sela kegiatan, Gus Yahya juga dijadwalkan bertemu dengan sejumlah senator Amerika, yaitu Mitt Romney, Benjamin Sasse, dan Thomas Cotton.
Katib Aam juga akan berbagi panel dengan Michael Pompeo, mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang pernah berkunjung ke Jakarta atas undangan GP Ansor Oktober tahun lalu, dalam satu konferensi yang digelar oleh Hudson Institute, salah satu think tank terbesar di Amerika, untuk mendiskusikan masalah-masalah terkait Stabilitas kawasan Indo-Pasifik.
“Saya akan mengusung gagasan-gagasan yang bersumber dari idealisme Nahdlatul Ulama, nilai-nilai Pancasila serta pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945,” ujar Katib Aam.
Dia menjelaskan, visi kemanusiaan dalam Idealisme NU dan fondasi NKRI mengandung inspirasi yang sangat dibutuhkan untuk mencari jalan keluar dari ancaman destabilisasi global yang paling berbahaya dewasa ini, yaitu konflik antaridentitas, baik etnik, agama, maupun ideologi sekuler.