Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pencatatan Sipil, Pemerintah Bentuk Pokja di 20 Kementerian dan Lembaga

Bappenas mengklaim terdapat sejumlah kemajuan dalam administrasi kependudukan seperti adanya layanan administrasi kependudukan hingga tingkat desa.
Gedung Bappenas
Gedung Bappenas

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah membentuk kelompok kerja di 20 kementerian/lembaga untuk mendorong perbaikan pencatatan sipil.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta 14 kementerian/lembaga lainnya.

Mereka mendorong implementasi Peraturan Presiden (Perpres) no. 62/2019 tentang Strategi Nasional (Stranas) percepatan Administrasi Kependudukan untuk Pengembangan Statistik Hayati (AKPSH).

Kementerian PPN/Bappenas mengungkapkan pembentukan pokja dilakukan untuk mencapai target program Sustainable Development Goals (SDGs), yang akan berakhir pada 2030.

“Sejak 2019, Perpres Stranas AKPSH ini adalah wujud nyata komitmen pemerintah dalam membangun sistem pencatatan sipil yang baik dan kredibel," ungkap Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas Pungky Sumadi.

Dia menambahkan bahwa kebijakan ini menjadi salah satu cara mencapai target SDGs.

"Terutama target 16.9 yang memberikan identitas yang sah bagi semua, termasuk pencatatan kelahiran pada 2030, saat SDGs berakhir,” ungkap Pungky dalam Peresmian Pokja Stranas AKPSH dan Diseminasi Studi Administrasi Kependudukan dan Pelayanan Dasar, yang berlangsung secara virtual, Rabu (23/6/2021).

Bappenas mengklaim terdapat sejumlah kemajuan dalam administrasi kependudukan. Misalnya, adanya layanan administrasi kependudukan hingga tingkat desa dengan menggunakan kewenangan desa, serta meningkatnya jumlah kepemilikan dokumen identitas hukum.

Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Kemendagri mencatat peningkatan cakupan kepemilikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) mencapai 99 persen pada 2019. Angka itu lebih tinggi dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 98 persen.

Juga terjadi peningkatan kepemilikan akta kelahiran, mencapai 91 persen pada 2019 dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 90 persen.

Terkait layanan administrasi, Kementerian PPN/Bappenas menjalin kerja sama dengan Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK), serta Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (Puskapa) pada 2019.

Kerja sama dilakukan untuk meninjau tata kelola layanan dasar kependudukan, kesehatan dan pendidikan di Aceh, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.

Direktur Kependudukan dan Jaminan Sosial Kementerian PPN/Bappenas Muhammad Cholifihani menegaskan studi tersebut dilaksanakan di 10 kabupaten dengan metode kuantitatif terhadap 1.040 rumah tangga dan metode kualitatif terhadap 570 partisipan.

Berdasarkan studi tersebut ditemukan keterkaitan antara kepemilikan akta kelahiran anak dan tingkat literasi, kemiskinan, dan disabilitas kepala rumah tangga.

Selain itu, studi menemukan hanya 46 persen anak dari rumah tangga miskin mampu menunjukkan akta kelahiran. Responden dengan kepala keluarga perempuan, dua kali lebih mungkin tidak memiliki asuransi kesehatan, yang mencerminkan adanya ketidaksetaraan gender.

Counsellor Human Development Section Kedutaan Australia Dan Woods mengatakan studi tersebut menyoroti pentingnya sistem Pencatatan Sipil dan Statistik Hayati (PS2H) yang lebih baik.

Dengan begitu dapat diketahui masyarakat yang masih berada di luar sistem sekaligus memfasilitasi mereka untuk mengakses layanan dasar.

“Studi ini juga memaparkan cara inovatif untuk mencapai tujuan tersebut. Melalui kemitraan dengan Pemerintah Indonesia, kami senang dapat berkontribusi pada inovasi berbasis bukti itu, yang memungkinkan kelompok kerja ini berhasil menerapkan Stranas AKPSH,” jelasnya.

Tantangan lain yang dihadapi dalam perbaikan administrasi kependudukan adalah peningkatan advokasi terhadap persoalan struktural layanan adminstrasi.

Hal tersebut meliputi infrastruktur dan fasilitas seperti:

  • peningkatan layanan terpadu dan keliling
  • optimalisasi pendelegasian wewenang pemerintah di tingkat kecamatan melalui UPT, serta
  • terbatasnya fasilitator desa yang membantu pengurusan dokumen kependudukan

Bappenas menilai sistem PS2H yang inklusif dan akuntabel akan mendorong peningkatan kualitas penyediaan layanan dasar.

Sistem yang inklusif dan akuntabel juga dapat memfasilitasi alokasi sumber daya berbasis data untuk kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, dan pembangunan ekonomi. Hal itu diyakini dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper