Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PM Israel Naftali Bennett, Eks Pengintai Elite Tentara Israel Sukses di Dunia Teknologi

Dia merupakan politikus kanan garis keras yang mendukung pemukiman ilegal di daerah sengketa Palestina.
PM Israel Naftali Bennet saat menerima telepon Presiden AS Joe Biden/The Jerussalem Post
PM Israel Naftali Bennet saat menerima telepon Presiden AS Joe Biden/The Jerussalem Post

Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Israel yang baru Naftali Bennett terpilih menggantikan kepemimpinan Benjamin Netanyahu yang memimpin selama 12 tahun.

Bennett memasuki dunia politik sejak 2005 dan sempat menjabat menteri pertahanan, ekonomi, dan pendidikan di era Netanyahu.

Dia merupakan politikus kanan garis keras yang mendukung pemukiman ilegal di daerah sengketa Palestina. Menurutnya, Israel harus melakukan aneksasi di Tepi Barat dan mengklaim wilayah tersebut tidak di bawah pendudukan.

Dia juga kerap melontarkan ujaran kebencian terhadap rakyat Palestina dan menolak negara berdaulat Palestina.

Orangtuanya lahir di Amerika Serikat, tetapi dia besar di Haifa, Israel bagian utara. Sebelum berkarier di politik, dia bergabung dengan unit pengintai elite tentara Israel, yang dikenal sebagai Sayeret Matkal pada 1990.

Dia sempat bergabung dengan operasi Intifadhah Pertama, aksi protes Palestina terhadap pendudukan Israel yang dimulai pada 1987 hingga tahun 90-an. Dia juga pernah terlibat dalam perang Lebanon pada 2006.

"Saya telah membunuh banyak orang Arab di hidup saya - dan tidak ada masalah dengannya,” katanya suatu waktu, dilansir dari kantor berita yang berbasis di Ankara, Anadolu Agency.

Bennett melanjutkan kariernya di bidang teknologi sebagai CEO perusahaan perangkat lunak antipenipuan, Cyota pada 1999 setelah pindah ke Manhattan. Dia mampu menjualnya senilai US$145 juta, menjadikannya dia multimilioner.

Bennett yang merupakan pemimpin Partai Yamina akan menjadi Perdana Menteri sampai September 2023 yang akan digantikan oleh pemimpin partai sentris Yair Lapid.

Dalam pidato pada Minggu (13/6/2021), Bennett menjanjikan akan menyatukan bangsa-bangsa.

“Ini bukan hari berkabung. Ada pergantian pemerintahan dalam demokrasi. Itu saja,” katanya.

"Kami akan melakukan semua yang kami bisa sehingga tidak ada yang harus merasa takut ... Dan saya katakan kepada mereka yang berniat merayakan malam ini, jangan menari di atas penderitaan orang lain. Kami bukan musuh; kami adalah satu orang."


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper