Bisnis.com, JAKARTA – Warga Kota Tangerang telah akrab dengan TPA Rawa Kucing yang memiliki luas area 34,8 hektar dan menampung 1.500-ton sampah per hari dari wilayah Kota Tangerang. Pada pengamatan sepanjang 2020 saja, Ketinggian gunungan sampah saat ini berada di angka 25-meter, tentunya saat ini timbulannya pasti sudah lebih tinggi dan tidak terhitung berapa pencemaran yang timbul akibat timbulan sampah .
Satu-satunya harapan jangka panjang yang dapat diharapkan mencegah terjadinya Bantargebang Jilid II di TPA wilayah Kota Tangerang adalah terealisasinya Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)/PSEL yang digadang-gadang sejak 2015 lalu. Namun hingga hari ini, Proyek Strategis Nasional tersebut masih jauh dari realisasi.
Dampaknya adalah masyarakat diseputar TPA mulai mengeluhkan terjadinya pencemaran lingkungan. Tingginya jumlah sampah yang masuk ke TPA tersebut akhirnya mengakibatkan revitalisasi TPA yang dilakukan oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan diresmikan pada tahun 2019 seluas 5 hektar pun sudah tidak tersisa. Investasi dengan anggaran Rp 82,5 milyar menurut laman resmi Kementrian Pekerjaan Umum, saat seluruhnya sudah tertimbun sampah.
Sebagian badan sampah mulai meluap ke lahan warga, dan petani mengeluhkan sampah yang tergenang lindi (Limbah). Bahkan, di bulan Februari 2021 yang lalu, anggota DPRD Kota Tangerang telah mendesak Pemerintah Kota Tangerang untuk merelokasi warga di seputar TPA Rawa Kucing karena kondisi nya sudah tidak layak. Mulai timbul suara-suara dari masyarakat yang menuntut TPA Rawa Kucing ditutup saja kalau Pemerintah Kota Tangerang tidak bisa memperbaiki pengolahannya.
Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi sejak lama meminta Walikota Tangerang memperhatikan keluhan resiko lingkungan yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di TPA Rawa Kucing. Menurut Kemenkomarves peta jalan penanggulangan masalah sampah sudah lengkap dan jelas, tinggal diikuti oleh pemerintah daerah.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Basilio Dias Araujo mengaku telah membantu memberi arahan sepenuhnya kepada Walikota Tangerang, dengan melibatkan Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Keuangan dan Pemerintah Provinsi Banten sehingga proyek ini dapat terus berlanjut, namun terhenti karena arahan KPK kepada Walikota Tangerang yang mengatakan bahwa Proyek PSEL membebani anggaran negara.
“Karena ada arahan dari KPK tersebut maka Walikota Tangerang enggan menandatangani perjanjian dengan Badan Usaha yang telah memenangkan tender," ungkap Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Basilio Dias Araujo, Senin (7/6/2021).
Terhambatnya realisasi proyek ini memperburuk masalah sosial dan lingkungan yang terus berkepanjangan bagi Kota Tangerang. Padahal PSEL tersebut diharapkan dapat menjadi solusi berkelanjutan untuk mengurangi tumpukan sampah di TPA yang hanya berjarak 1,3-km dari Bandara Internasional Soekarno Hatta yang mewakili citra Indonesia, sekaligus keseluruhan kepentingan nasional.
Pemkot Tangerang perlu lebih cepat menyikapi yang terjadi di Kota Tangerang Selatan yang kini mengalami darurat sampah setelah longsornya TPA Cipeucang di tahun 2020. Karena tidak ada perencanaan yang baik, maka Kota Tangerang Selatan akhirnya terpaksa menandatangani perjanjian pembuangan sampah di TPA Cilowong di Kota Serang, yang jaraknya hampir 100km dari Kota Tangerang Selatan.
Secara terpisah, PT Oligo Infrastruktur Indonesia (Oligo) perusahaan yang telah memenangkan tender terbuka, tidak mau berkomentar dan mengatakan akan pasrah sepenuhnya sesuai dengan ketentuan regulasi yang berlaku.
“Kami tidak bisa berkomentar, saat ini kami dalam posisi menunggu tindak lanjut pasca ditetapkan sebagai pemenang tender.” jelas Cynthia Hendrayani, Presiden Direktur Oligo.