Bisnis.com, Jakarta - Sebanyak kurang lebih 7.000 dosis vaksin COVID-19 terpaksa dibuang di Jepang karena tim petugas medis melakukan kesalahan dalam penyimpanannya, mengakibatkan vaksin tersebut rusak dan tak bisa dipakai lagi.
Mengutip Tempo.co yang menyadur kantor berita Reuters, ada beberapa kesalahan yang terjadi. Salah satunya adalah penyimpanan dengan suhu ruangan yang salah untuk vaksin Pfizer.
Vaksin Pfizer, sebagaimana diketahui, harus disimpan dalam ruangan bersuhu minus derajat celcius, bukan suhu rungan. Selain itu, ada juga kasus di mana vaksin terlalu encer.
"Kami sungguh meminta maaf telah membuang ribuan dosis vaksin COVID-19 yang sungguh berharga ini akibat mismanajemen kami di saat banyak warga menanti divaksinasi," ujar pernyataan pers Omuta National Hospital di Fukouka, yang salah menyimpan vaksin, Minggu (6/6/2021).
Pembuangan ribuan dosis vaksin COVID-19 tersebut menjadi pukulan kepada upaya Jepang untuk menggenjot vaksinasi. Menjelang Olimpiade Tokyo yang akan berlangsung pada Juli nanti, Jepang berusaha untuk menambah jumlah warganya yang sudah tervaksin. Ada kekhawatiran masuknya atlet ke Jepang akan membawa varian baru COVID-19.
Di satu sisi, ini bukan kasus pertama untuk Jepang. Pada Februari lalu, Jepang juga sempat terpaksa membuang jutaan dosis vaksin COVID-19 Pfizer.
Baca Juga
Dikutip dari The Guardian, hal itu dikarenakan jarum suntik yang dimiliki Jepang tidak bisa menarik dosis keenam dari masing-masing botol vaksin.
Masalah tersebut baru teratasi setelah Jepang mendapatkan jarum suntik yang disebut sebagai "Dead Space". Dead Space adalah jarum suntik yang lebih ramping dan mampu menarik dosis keenam karena daya sedot yang lebih kuat.
Sejauh ini, dari total 126,3 juta penduduk Jepang, baru sembilan persen di antaranya yang sudah menerima satu dosis vaksin COVID-19. Dibanding negara-negara maju lainnya, Jepang termasuk lamban menggelar kampanye vaksinasi COVID-19.
Pertumbuhan kasus COVID-19 di Jepang sendiri tergolong naik turun. Sempat mencapai titik rendah pada Maret lalu, angka kasus terus naik hingga mencapai titik tertinggi pada 9 Mei lalu, 7.766 kasus.
Setelah itu, kasus perlahan turun, terakhir 2.603 kasus pada Sabtu kemarin. Per berita ini ditulis, Jepang memiliki 760.000 kasus dan 13.523 kematian.