Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan tengah berupaya meningkatkan nilai dan implementasi Pancasila dalam pendidikan untuk mencegah ekstremisme pada anak. Salah satunya dengan Asesmen Nasional.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo menyampaikan bahwa Pancasila adalah pemikiran luar biasa para pendiri bangsa.
“Nilai-nilai Pancasila perlu diwariskan dan perlu diperkuat, agar siswa-siswa tidak hanya hafal namun dapat mengamalkan nilai-nilai Pancasila, menghayati akhlak mulia kepada agama, negara, alam, serta menghayati kemanusiaan, nilai-nilai demokrasi untuk mufakat, menghayati keadilan sosial, serta keberpihakan kepada yang lemah dan dipinggirkan,” ujar Anindito, mengutip keterangan resmi Kemendikbud, Rabu (2/6/2021).
Anindito menilai, upaya memunculkan nilai-nilai Pancasila di sekolah salah satunya dapat dilakukan dengan model pembelajaran yang lebih aplikatif, yaitu dengan perbaikan isi pembelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan, proyek-proyek yang menerapkan pengalaman langsung, serta difusi dengan mata pelajaran lainnya.
Asesmen Nasional merupakan upaya berikutnya, yang tidak hanya mengukur aspek kognitif, namun mengukur aspek lingkungan belajar yang meliputi juga nilai kebinekaan di sekolah, termasuk toleransi serta iklim kebinekaan dan inklusivitas.
Para Pemakalah dan pembahas dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Universitas Gadjah Mada, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, Pengurus Pusat Muhammadiyah, Dewan Ketahanan Nasional, Kementerian Agama, dan Perhimpunan Pendidikan dan Guru turut memberikan sejumlah rekomendasi.
Baca Juga
Rekomendasinya umumnya antara lain, bahwa pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan di lingkungan pendidikan bukan saja tanggung jawab guru, tetapi juga keluarga.
“Oleh karena itu, sinergi tripusat pendidikan perlu dikuatkan. Ekstremisme timbul karena kurangnya pemahaman kebangsaan dan kenegaraan,” tegas Anindito.
Anindito Melanjutkan, pembinaan kesadaran bela negara merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda. Penguatan sikap toleransi dan menghargai kebinekaan merupakan salah satu benteng pencegahan radikalisme dan ekstremisme di kalangan masyarakat, terutama pada generasi muda.
“Memperkokoh sikap toleransi dan inklusif terhadap perbedaan adalah mutlak. Oleh karena itu, membangun satuan pendidikan yang menghargai pluralisme merupakan langkah strategis untuk memupuk kedewasaan berbangsa dan beragama,” imbuhnya.
Pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan di dunia pendidikan, kata Anindito, adalah upaya agar pelajar punya wawasan tentang kecerdasan emosi dan sosial serta pengetahuan tentang ekstremisme berbasis kekerasan.
“Ini juga agar siswa bisa menghindarkan diri dari pengaruh pemikiran, sikap, dan tindakan tersebut,” ungkapnya.