Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Asean tengah mengupayakan penyederhanaan resolusi PBB untuk perdamaian di Myanmar, salah satunya mencabut seruan embargo senjata terhadap negara tersebut.
Dilansir dari Bloomberg pada Minggu (30/5/2021) yang mengutip Reuters, sembilan anggota Asean menyatakan dalam surat pada 19 Mei lalu, bahwa draf resolusi tidak dapat mendapat dukungan, terutama dari seluruh negara yang terdampak.
Untuk itu, masih diperlukan negosiasi lebih lanjut untuk memperbaiki situasi. Seorang juru bicara Asean yang dihubungi tidak merespons segera terkait hal ini.
Militer Myanmar telah berjuang untuk merebut kendali negara itu sejak kudeta 1 Februari setelah meluasnya aksi penolakan yang dilakukan sipil, yang terdiri dari mahasiswa, pegawai negeri, dan bahkan diplomat.
Kerusuhan telah membuat ekonomi terjun bebas dan dibarengi oleh berhentinya aktivitas bekerja yang terus-menerus dan investor asing yang menolak negara itu.
Hingga saat ini, terdapat 830 demonstran yang tewas dan sebanyak 5.400 orang ditangkap, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik. Militer Myanmar meminta dilakukannya kembali pemilu mengingat status keadaan darurat hanya bisa berlangsung selama dua tahun.
Baca Juga
Pada saat AS, Inggris, dan Uni Eropa telah menetapkan sanksi bagi sederet nama petinggi militer Myanmar dan perusahaan yang berkaitan dengan persenjataan, anggota Asean justru menghindari tindakan yang dapat merugikan keuangan militer bahkan meski juga mengutuk kekerasan yang terjadi.
Pada April lalu, junta militer Myanmar menolak rencana pemimpin Asean yang mendorong penghentian kekerasan. Menurut mereka, semua saran harus bisa sesuai dengan peta jalan dan dilakukan setelah stabilitas terjaga.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemimpin Asean dan panglima militer Myanmar Min Aung Hlaing telah bertemu di Jakarta dan menyusun lima poin konsensus, seperti menunjuk utusan khusus untuk melakukan mediasi antara seluruh pihak di Myanmar.