Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa tiga saksi untuk mendalami dugaan aliran uang dari beberapa pihak untuk kepentingan tersangka Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah (NA).
Pemeriksaan tiga saksi itu terkait penyidikan kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021. Pemeriksaan digelar di Polres Maros, Sulsel.
"Para saksi didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan adanya dugaan aliran sejumlah uang dari beberapa pihak untuk kepentingan tersangka NA," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Mereka yang diperiksa, yaitu Aminuddin selaku Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan dua wiraswasta masing-masing Suardi Dg Nojeng dan Saenuddin.
Dalam penyidikan kasus tersebut, KPK pada Jumat ini juga kembali memanggil tiga saksi lain untuk tersangka Nurdin dan kawan-kawan, yakni Riski Anreani selaku mahasiswa dan dua wiraswasta masing-masing Andi Kemal Wahyudi dan Henny Dhiah Tau Rustiani.
Pemeriksaan juga diagendakan digelar di Polres Maros, Sulsel.
Baca Juga
Untuk diketahui, KPK saat ini masih melakukan penyidikan terhadap dua tersangka penerima suap kasus tersebut, yaitu Nurdin Abdullah (NA) dan Edy Rahmat (ER) selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin.
Sementara pemberi suap adalah kontraktor/Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto yang saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Makassar.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK disebut peran Agung sebagai pemberi suap kepada Nurdin Abdullah. Bahkan terdakwa sudah dua kali memberikan uang kepada yang bersangkutan sejak awal tahun 2019 hingga awal Februari 2021.
Jumlah dana suap yang diterima, pertama dengan nilai 150 ribu dolar Singapura diberikan di Rumah Jabatan Gubernur Jalan Sungai Tangka awal tahun 2019, sedangkan untuk dana kedua, saat operasi tangkap tangan tim KPK senilai Rp2 miliar pada awal Februari tahun ini.
Dana tersebut diduga sebagai uang pelicin dalam hal pemenangan tender hingga pengerjaan proyek pembangunan infrastruktur di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel pada beberapa kabupaten setempat.