Bisnis.com, MAKASSAR - Agung Sucipto, terdakwa kasus suap terhadap Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah, terancam hukuman 5 tahun penjara. Selain itu dia juga dituntut membayar denda Rp250 juta.
Hal itu teruangkap dalam pembacaan dakwaan yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut JPU, Agung Sucipto dituntut dengan hukuman minimal lima tahun penjara serta denda sebesar Rp250 juta atau sebagai pengganti menjalani masa kurungan tambahan.
"Terdakwa didakwa pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b, dan dialternatifkan dilapis dengan pasal 13 Undang-undang Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana," tutur JPU KPK M Asri usai sidang virtual di kantor Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (18/5/2021).
Agung Sucipto diketahui sebagai pemilik PT Agung Perdana Bulukumba. Dalam dakwaan JPU disebut perannya sebagai pemberi suap kepada Nurdin Abdullah.
Terdakwa disebut sudah dua kali memberikan uang kepada Nurdin Abdullah sejak awal tahun 2019 hingga awal Februari 2021.
Jumlah dana suap yang diterima, ungkap Asri, pertama dengan nilai 150 ribu dolar Singapura diberikan di Rumah Jabatan Gubernur jalan Sungai Tangka awal tahun 2019. Dana kedua, saat operasi tangkap tangan tim KPK senilai Rp2 miliar pada awal Februari tahun ini.
Dana tersebut diduga sebagai uang pelicin pemenangan tender hingga pengerjaan proyek pembangunan infrastruktur di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel pada beberapa kabupaten setempat.
JPU menegaskan pihaknya tetap fokus untuk membuktikan dakwaan atas perbuatan suap oleh terdakwa termasuk sumber aliran dana lainnya.
"Kami fokus untuk membuktikan keterlibatan terdakwa dalam hal pemberian suap kepada Nurdin Abdullah, maupun menelusuri aliran dana lain diberikan kepada yang bersangkutan," paparnya.
Perantara yang menerima dana tersebut, kata dia, adalah Edy Rahmat selaku Sekertaris Dinas Prasana Umum Tata Ruang (PTUR) Pemprov Sulsel. Edy kini ditahan di rutan KPK Jakarta.
Sebagai kontraktor, Agung Sucipto sering mendapatkan jatah proyek selama masa jabatan Nurdin Abdullah sebagai gubernur.
"Edy Rahmat diduga orang kepercayaan Nurdin Abdullah, maka nanti akan dibuktikan dalam persidangan selanjutnya dan akan terungkap ke mana dan dari mana sumber aliran dananya apakah dari pemerintah setempat atau pihak lain, " ungkap JPU.
Penasihat hukum terdakwa, M Nursal, menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi atau nota pembelaan. Ia menyatakan akan lebih fokus pada pokok perkara.
"Kita ingin langsung kepada pokok perkara pembuktiannya, agar kasus ini bisa menjadi terang benderang serta cepat selesai, " ucapnya singkat menjawab pertanyaan awak media.
Sidang perdana ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino didampingi dua hakim anggota.
Rencananya, sidang lanjutan digelar pada Kamis (27/5/2021) dengan agenda pemeriksaan 30 orang saksi-saksi baik dari unsur Pemerintah Provinsi maupun non pemerintah.
Sebelumnya, tim KPK mengelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap sejumlah orang di jalan Sultan Hasanuddin terkait dugaan suap, usai menerima laporan pada Jumat (26/2) malam.
Direktur Utama PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto diketahui kala itu memberikan uang melalui Edy Rahmat, selalu Sekretaris Dinas PUTR Sulsel.
Usai transaksi, tim menangkap Agung Sucipto, saat perjalanan pulang menuju Kabupaten Bulukumba. Edy Rahmat telah diamankan sebelumnya. Dalam proses pengembangan, tim bergerak ke Rumah Jabatan Gubernur Sulsel pada Sabtu (27/2/2021) dini hari.
Tim selanjutnya menjemput Nurdin Abdullah karena disebut-sebut terlibat kasus dugaan suap proyek infrastruktur. Dalam operasi tersebut penyidik menyita uang dalam dua koper senilai Rp2 miliar.