Bisnis.com, JAKARTA -- Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III TNI akan melaporkan sebuah media daring di Papua ke Dewan Pers terkait pemberitaan konflik di Papua.
TNI merasa keberatan dengan pemberitaan media tersebut. Apalagi, setelah dilakukan penelusuran, berita yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
"Kami akan mengadukan ke Dewan Pers dalam waktu dekat," kata Perwira Penerangan (Papen) Kogabwilhan III Lekol Laut Deni Wahidin dilansir dari Antara, Kamis (20/5/2021).
Deni menjelaskan dalam artikel itu, militer disebut menembak mati tiga perempuan muda di Gereja Kingmi, Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua.
Media daring itu, belakangan mengakui telah membuat berita tidak benar. Redaksi Suara Papua mengakui bahwa berita yang diterbitkan pada Minggu, 15 Mei 2021 berjudul "Breaking News: Militer Indonesia Tembak Mati 3 Anak Perempuan Muda di Kab. Puncak" adalah berita yang keliru dan berisi informasi yang tidak akurat dan tidak benar.
Redaksi mengakui tidak melakukan konfirmasi kepada Satgas Nemangkawi di Mabes Polri maupun Kogabwilhan III di Timika terkait berita yang telah diterbitkan. Redaksi hanya mengutip seorang sumber yang tidak disebutkan namanya.
Baca Juga
Redaksi Suara Papua menyampaikan permintaan maaf kepada Pasukan Gabungan TNI-Polri yang tergabung dalam Satuan Tugas Nemangkawi yang sedang melakukan operasi penegakan hukum di Kabupaten Puncak.
Kedua, kepada pembaca yang secara langsung menerima informasi dan memunculkan berbagai macam asumsi atas berita tersebut. Redaksi Suara Papua telah mencabut berita itu, seiring bantahan yang muncul dari Pendeta Menase Lebene, Ketua Klasis Gereja Kingmi di Ilaga Utara.
Pendeta Menase menegaskan kabar tiga perempuan tewas ditembak militer, tidak benar. Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun menanggapi pencabutan berita tersebut. Dia menilai pencabutan berita itu merupakan langkah yang salah.
"Jadi, pencabutan berita, kalau tidak terkait SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), kesusilaan, dan masa depan anak, harus berdasarkan putusan Dewan Pers. Tidak bisa asal cabut. Yang boleh adalah ralat atau perbaikan karena beritanya salah," kata Hendry.