Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Australia Larang Warganya di India untuk Kembali ke Tanah Air

Mereka yang tidak mematuhi aturan tersebut akan dijatuhi denda atau menjalani hukuman penjara. Aturan tersebut merupakan aturan darurat yang diputuskan pada Jumat (30/4/2021) malam.
Petugas keamanan negara bagian Victoria tengah bertugas menjaga di salah satu pantai di Melbourne, Australia./Bloomberg
Petugas keamanan negara bagian Victoria tengah bertugas menjaga di salah satu pantai di Melbourne, Australia./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Australia memutuskan penduduk dan warga negara Australia yang telah berada di India dalam waktu 14 hari sejak tanggal mereka berencana untuk pulang akan dilarang memasuki Australia mulai Senin (3/5/2021).

Seperti dilansir Bloomberg pada Sabtu (1/5/2021), mereka yang tidak mematuhi aturan tersebut akan dijatuhi denda atau menjalani hukuman penjara. Aturan tersebut merupakan aturan darurat yang diputuskan pada Jumat (30/4/2021) malam.

Langkah tersebut diambil untuk menghentikan pelancong ke Australia dari negara terpadat kedua di dunia karena menghadapi lonjakan kasus Covid-19 dan kematian. Pemerintah Australia akan mempertimbangkan kembali pembatasan pada 15 Mei.

Australia, yang tidak memiliki transmisi komunitas, pada Selasa memberlakukan penangguhan sementara penerbangan langsung dari India untuk mencegah varian Covid-19 yang lebih ganas memasuki negara itu.

Jumlah kematian akibat virus corona di India melewati 200.000 pekan ini, dan kasusnya mendekati 19 juta—hampir 8 juta sejak Februari—karena varian baru yang ganas telah dikombinasikan dengan kegiatan "penyebar super" seperti demonstrasi politik dan festival keagamaan.

Adapun, pada Sabtu (1/5/2021) India mencatat lebih dari 400.000 kasus harian baru, negara pertama yang mencetak jumlah tersebut dalam pandemi Covid-19 India mencatat pada Sabtu (1/5/2021i) lebih dari 400.000 kasus Covid-19 baru dalam 24 jam untuk pertama kalinya.

Menurut kementerian kesehatan, 401.993 infeksi baru terdaftar sehingga total beban kasus menjadi 19,1 juta. Ada 3.523 kematian sehingga jumlah korban menjadi 211.853. Banyak ahli menduga bahwa karena pengujian yang tidak memadai dan pencatatan penyebab kematian yang tidak akurat, angka sebenarnya jauh lebih tinggi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rezha Hadyan
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper