Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira melihat banyaknya indikator positif yang menunjukan perbaikan ekonomi ke arah yang positif sehingga tidak ada alasan bagi perusahaan untuk tidak membayar Tunjangan Hari Raya (THR) secara penuh kepada pekerja.
Indikator pertama ialah adanya kenaikan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur di Indonesia ke angka 53.2 di bulan Maret 2021. Menurutnya, ketika PMI Manufaktur berada di atas level 50 artinya industri sudah mulai bergairah dan dalam tahap melakukan ekspansi.
Selanjutnya, dari sisi Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berada di atas level 90 tepatnya di level 93,4 naik dari bula Februari yang masih berada di angka 85. Kenaikan IKK ini tentu saja ikut mendongkrak sektor industri karena masyarakat semakin percaya diri untuk berbelanja.
“Dari sisi proyeksi pertumbuhan ekonomi sendiri juga relatif tinggi yakni mencapai 5% jauh lebih baik dibandingkan 2021 lalu sehingga menjadi indikator adanya tren pemulihan ekonomi,” tuturnya.
Selain itu, Bhima menuturkan bahwa pemerintah juga telah memberikan berbagai stimulus kepada perusahaan yang mendapatkan banyak insentif perpajakan maupun non perpajakan. Misalnya terkait penurunan tarif PPH Badan, beberapa pajak ditanggung pemerintah, ada pula bantuan subsidi upah bagi para pekerja di tahun 2020 sehingga telah meringankan beban perusahaan.
“Melihat kondisi di atas maka saat ini menjadi momentum yang tepat bagi perusahaan untuk membayar THR secara penuh karena ujung-ujungnya akan bermanfaat bagi perusahaan karena ketika THR dibayar penuh maka pekerja akan membelanjakan uangnya lebih banyak yang pada akhirnya dapat meningkatkan omzet atau pendapatan perusahaan,” terangnya.
Namun, sambungnya, ada beberapa sektor yang masih terdampak dan berada dalam kondisi berat untuk membayarkan THR kepada pekerja. Dalam hal ini, diperlukan peran penting pemerintah yang tidak hanya mengimbau tetapi juga memberikan kompensasi kepada perusahaan-perusahaan tersebut, khususnya yang bergerak di sektor pariwisata dan perhotelan, serta transportasi.
“Pengusaha tentu membutuhkan kompensasi, khususnya di sektor yang masih terdampak. Maka dalam hal ini perlu adanya kebijakan khusus untuk sektor-sektor tertentu,” ujarnya.